Implementasi Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Terhadap Peningkatan Mutu Sekolah
STUDI PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebijakan
pembangunan pendidikan dalam kurun waktu 2004-2009 diprioritaskan pada
peningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan dasar yang lebih
berkualitas melaui peningkatan pelaksanaan wajib belajar pendidikan
dasar 9 tahun dan pemberian akses yang lebih besar kepada kelompok
masyarakat yang selama ini kurang dapat menjangkau layanan pendidikan
dasar.
Kenaikan
harga BBM beberapa tahun terakhir ini yang diikuti dengan kenaikan
harga kebutuhan pokok lainnya, akan menurunkan kemampuan daya beli
penduduk miskin. Hal tersebut lebih lanjut dapat menghambat upaya
penuntasan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun karena
penduduk miskin akan semakin sulit memenuhi kebutuhan biaya pendidikan.
Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan
bahwa setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti
pendidikan dasar. Konsekuensi dari amanat undang-undang tersebut maka
pemerintah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta
didik pada tingkat pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs serta satuan
pendidikan yang sederajat).
Salah
satu indikator penuntasan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9
Tahun diukur dengan Angka Partisipasi Kasar (APK). Pada tahun 2005, APK
tingkat SMP sebesar 85,22 % dan pada akhir 2006 telah mencapai 88,68 %.
Target penuntasan Wajar 9 tahun harus dicapai pada tahun 2008/2009
dengan APK minimum 95 % . Dengan demikian, pada saat ini masih ada
sekitar 1,5 juta anak usia 13-15 tahun yang masih belum mendapatkan
layanan pendidikan dasar. Selain masalah pencapaian target APK,
permasalahan lain yang dihadapi adalah masih rendahnya mutu pendidikan
yang antara lain mencakup masalah tenaga kependidikan, fasilitas,
manajemen, proses pembelajaran dan prestasi siswa.
Dengan
adanya pengurangan subsidi bahan bakar minyak, amanat undang-undang dan
upaya percepatan penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun yang
bermutu, Pemerintah melanjutkan pemberian Bantuan Operasional Sekolah
(BOS) bagi SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB negeri/swasta dan Pesantren
Salafiyah serta sekolah keagamaan non islam setara SD dan SMP yang
menyelenggarakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun.
Selain memberikan musibah, kenaikan BBM membawa dampak positif bagi dunia pendidikan. Salah
satu bentuk kompensasi kenaikan BBM tahap pertama adalah BOS (Bantuan
Operasional Sekolah). Itu merupakan inisiatif bagus dari pemerintah,
walaupun kebijakan menaikkan harga BBM bukan solusi.
Program
BOS oleh pemerintah ditunjukan untuk meningkatkan fasilitas pendidikan.
Misalnya, pembangunan gedung sekolah dan beberapa sarana penunjang
lainnya. Fasilitas pendidikan, diakui atau tidak adalah merupakan sarana
penting untuk menunjang kualitas pendidikan. Sarana infrastruktur
pendidikan yang baik akan memudahkan peningkatan pengetahuan dan
pemahaman orang atas suatu bidang pembelajaran. Memang sangat riskan,
menginginkan proses belajar-mengajar berjalan dengan baik namun tidak
ditunjang oleh sarana infrastruktur yang baik pula.
Penyaluran
BOS yang pengaturannya diserahkan kepada masing-masing daerah
diupayakan agar lebih mengena. Untuk mengawasi penyaluran BOS, mulai
pendataan hingga penyalurannya, telah disiapkan beberapa tim pengawas
agar benar-benar mengena dan efisien.
Sebelum
disalurkan, setiap sekolah perlu menyerahkan kebutuhan sarana dan
prasarananya yang masih kurang dan benar-benar perlu. Hal itu
dimaksudkan agar nantinya dana BOS tidak digunakan untuk kebutuhan yang
sebenarnya kurang perlu. Sebab selama ini, kita sering menghamburkan
uang negara untuk kebutuhan yang sebenarnya kurang penting. Jadi
terkesan (walaupun benar) kita adalah bangsa yang senang menghabiskan
anggaran. Jika kebutuhan sebuah sekolahan akan sarana fisik seperti
gedung telah terpenuhi, BOS bisa dialihkan untuk menambah buku-buku
bacaan di perpustakaan untuk peningkatan budaya membaca dan pengetahuan
siswa. Selama ini, pembangunan sering diartikan sebagai sebuah usaha
pembuatan sarana fisik semata. Karena itu, yang terjadi adalah
pembangunan fisik berjalan baik, namun pembangunan mental dan cara
berpikir masyarakat cenderung berjalan di tempat. Dengan demikian, usaha
memerdekakan masyarakat dari kebodohan selalu gagal.
Buktinya,
kita masih sering diperdayai oleh bangsa asing dalam banyak hal.
Kartini Kartono dalam bukunya Wawasan Politik menyebutkan bahwa sering
kali kita lebih mengedepankan pembangunan sarana fisik dan melupakan
pembangunan mental.
Kebijakan pembangunan pendidikan dalam kurun waklu 2004-2009 melalui
peningkatan akses rakyat terhadap pendidikan yang lebih berkualitas
melalui peningkatan pelaksanan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan
Tahun dan pemberian akses yang lehih besar kepada kelompok masyarakat
yang selama ini kurang dapat rnenjangkau layanan pendidikan. Kenaikan
harga BBM dikawatirkan akan menurunkan daya beli rakyat miskin. Hal
tersebut lebih lanjut dapat menghambat upaya penuntasan Program Wajib
Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun, karenan penduduk miskin akan
semakin sulit memenuhi biaya pendidikan. Oleh sebeb itu program PKPS-BBM
bidang pendidikan perlu dilanjutkan.
Bantuan
operasional sekolah yang akan digulirkan tahun ini akan ditambah
komponen satu buku pelajaran untuk setiap murid senilai Rp 20 ribu.
Total dana yang disepakati pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat
sebesar Rp 800 miliar. Sedangkan untuk daerah yang nilai ujian
nasionalnya rendah, buku pelajaran gratis yang disediakan sebanyak dua
buah.
Adanya
niat baik pemerintah dan DPR untuk membantu orang tua murid tentu mesti
disambut positif. Soalnya, walau berfungsi menunjang proses
belajar-mengajar, buku pelajaran justru dianggap sumber masalah bagi
orang tua murid.
B. Tujuan
Tujuan
Program BOS menurut Buku Panduan 2006: Program Bantuan Operasional
sekolah (BOS) bertujuan untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa
tidak mampu dan meringankan bagi siswa yang lain, agar mereka memperoleh
layanan pendidikan dasar yang lebih bermutu sampai tamat dalam rangka
penuntasan wajib belajar 9 tahun.
Program
pemberian Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dimaksudkan sebagai bantuan
kepada sekolah/madrasah/salafiyah dalam rangka membebaskan iuran siswa
namun sekolah tetap dapat mempertahankan mutu pelayanan pendidikan
kepada masyarakat. Pemberian program BKM dimaksudkan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat keluarga kurang/tidak mampu akan layanan pendidikan
jenjang Sekolah Lanjutan Atas dan yang sederajat (SLA dan sederajat).
Melalui
program BOS, Pemerintah Pusat memberikan bantuan dana “blockgrant”
kepada sekolah. Sekolah dapat menggunakan dana tersebut untuk keperluan
operasional sekolah, khususnya biaya operasional non personil sesuai
dengan aturan yang ditetapkan dalam buku petunjuk pelaksanaan program.
Besarnya
dana yang di terima sekolah dihitung berdasarkan jumlah siswa dengan
alokasi sebesar Rp. 235.000,- per tahun per siswa tingkat SD dan Rp.
324.500,- per tahun per siswa tingkat SMP. Alokasi per siswa tersebut
ditetapkan berdasarkan perhitungan biaya pendidikan yang diolah dari
Susenas 2004. Dana untuk semester pertama TA 2005/2006 diserahkan
sekaligus dan ditransfer langsung ke rekening masing-masing sekolah.
Pengelolaan dana dilakukan dan menjadi tanggungjawab kepala sekolah dan
guru/bendahara yang ditunjuk Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja
sekolah (RAPBS) yang telah disetujui oleh komite sekolah.
Pada
dasarnya semua sekolah negeri dan swasta tingkat SD dan SMP yang
meliputi SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB dan Salafiyah serta sekolah keagamaan
non-islam Setingkat SD dan SMP yang menyelenggarakan program Wajar
Diknas (Wajib Belajar Pendidikan Dasar) berhak memperoleh BOS. Sekolah
yang menerima BOS diharuskan untuk mengikuti semua aturan yang
ditetapkan oleh pengelola program, baik mengenai cara pengelolaan
penggunaan, pertanggungjawaban dana BOS yang diterima, maupun monitoring
dan evaluasi. Sekolah yang mampu secara ekonomi dan memiliki pendapatan
yang lebih besar dari dana BOS berhak untuk menolak BOS, apabila
disetujui oleh orang tua siswa dan komite sekolah. Untuk sekolah
penerima BOS ditetapkan aturan sebagai berikut :
§ Sekolah
yang jumlah penerimaan dari peserta didik (sebelum BOS) lebih kecil
dari BOS harus membebaskan siswa dari semua bentuk
pungutan/sumbangan/iuran yang digunakan untuk membiayai pengeluaran yang
dapat dibiayai dari dana BOS. Sekolah juga diminta untuk membantu siswa
kurang mampu yang mengalami kesulitan transportasi dari dan sekolah
§ Sekolah
yang jumlah penerimaan dari peserta didik (sebelum BOS) lebih dari BOS
tetap dapat memungut biaya tambahan, tetapi harus membebaskan iuran
sekolah ada siswa miskin, apabila di sekolah tersebut ada siswa miskin.
Bila masih ada sisa dana BOS, setelah digunakan untuk memsubsidi siswa
miskin, maka sisa dana tersebut dapat digunakan untuk mensubsidi siswa
yang lain. Apabila di sekolah tersebut tidak ada siswa miskin, dana BOS
dapat digunakan untuk mensubsidi semua siswa sehingga iuran siswa akan
berkurang.
Dalam
Buku Petunjuk 2006 disebutkan bahwa sekolah bahwa sekolah yang menolak
BOS juga harus membebaskan iuran bagi siswa miskin, tetapi aturan ini
tidak ada dalam petunjuk Pelaksanaan 2005. Dana BOS digunakan untuk :
1. Uang formulir pendaftaran
2. Buku pelajaran pokok dan buku penunjang untuk perpustakaan
3. Biaya peningkatan mutu guru (MGMP, MKS, pelatihan, dll)
4. Ujian sekolah, ulangan umum bersama, dan ulangan harian
5. Membeli bahan-bahan habis pakai misalnya buku tulis, kapur tulis, pensil, bahan praktikum
6. Membayar biaya perawatan ringan
7. Membayar daya dan jasa
8. Membayar honorarium guru dan tenaga pendidikan honorer
9. Membiaya kegiatan kesiswaan (remedial, pengayaan, ekstrakurikuler)
10. Memberi bantuan siswa miskin untuk biaya transportasi
11. Khusus
untuk salafiyah dan sekolah keagamaan non-Islam, dana BOS juga
diperkenankan untuk biaya asrama/pondokan dan membeli peralatan ibadah.
C. Sasaran Program dan Besar Bantuan
Sasaran
program BOS adalah semua sekolah setingkat SD dan SMP, baik negeri
maupun swasta di seluruh propinsi di Indonesia. Program Kejar paket A,
paket B, dan SMP terbuka tidak termasuk sasaran dan PKPS-BBM Bidang
Pendidikan, karena hampir semua komponen dan ketiga program tersebut
telah dibiayai oleh pemerintah. Selain daripada itu, Madrasah Diniyah
juga tidak berhak memperoleh BOS, karena siswanya telah terdaftar di
sekolah regular yang telah menerima BOS.
Adapun,
dana BOS untuk 2008 ini, senilai total Rp11,2 triliun, meliputi siswa
SD, SMP, SMP Terbuka dan juga dana BOS yang dikucurkan melalui
Departemen Agama. Untuk siswa SD besarnya, yakni Rp252 ribu/siswa/tahun,
dan untuk siswa SMP dan SMP Terbuka sebesar Rp 352 ribu/siswa/tahun.
D. Landasan Hukum
- Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Bendaharawan wajib memungut Pajak Penghasilan
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
- Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
- Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara
- Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
- Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dan daerah
- Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1998
- Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1998
- Peraturan Pemerintah Nomor 106 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjwaban Keuangan dalam pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas pembantuan
- Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom
- Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif bea materai dan besarnya batas pengenaan harga nominal yang dikenakan bea materai
- Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
- Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasioanl percepatan penuntasan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun dan pemberantasan buta aksara
- Surat Keputusan Bersama antara Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Agama Nomor 1/U/KB/2000 dan Nomor MA/86/2000 tentang Pondok pesantren salafiyah sebagai pola wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun
- Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 036/U/1995 tentang Pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar
- Keputusan Menteri Pendidikan Nasioan Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah
- Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 060/U/2002 tentang Pedoman Pendirian sekolah
- Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 11 Tahun 2005 tentang Buku Teks Pelajaran
- Surat Edaran Dirjen Pajak Departemen Keuangan RI Nomor SE-02/PJ./2006, tentang Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Sehubungan dengan penggunaan Dana Bantuan Operasional (BOS)oleh Bendaharawan atau Penanggungjawab Pengelolaan Penggunaan Dana BOS di masing-masing Unit Penerima BOS.
E. Sekolah Penerima BOS
Semua Sekolah Negeri dan Swasta berhak memperoleh BOS. Khusus
sekolah swasta harus memiliki ijin operasional (program penyelenggaraan
pendidikan). Sekolah yang bersedia menerima B0S harus menandatangani
Surat Perjanjian pemberian bantuan dan bersedia mengikuti ketentuan yang
tertuang dalam buku petunjuk pelaksanaan.
Sekolah kaya/ mapan yang mampu secara ekonomi yang saat ini memiliki penerimaan lebih besar dari dana BOS mempunyai hak untuk menolak BOS tersehut. Sehingga tidak wajib untuk melaksanakan ketentuan yang tertuang dalam buku petunjuk pelaksanan. Keputusan
atas penolakan BOS harus melalui persetujuan orang tua siswa dan komite
sekolah, bilamana di sekolah terdapat siswa miskin, sekolah harus dapat
menjamin kelangsungan siswa tersebut.
F. Penggunaan Dana BOS
Penggunaan
dana BOS di sekolah umum atau madrasah harus pada kesepakatan dan
keputusan antara Kepala Sekolah/ Dewan Guru dan Komite Sekolah Madrasah,
yang harus didaftar sebagai salah satu sumber penerimaan dalam RAPBS,
disamping dana yang diperoleh dan Pemda atau sumber lain (block grant,
hasil unit produksi, sumbangan lain, dan sebagainya.
Khusus
untuk Pesantren Saiflyah, penggunaan dana BOS didasarkan pada
kesepakatan dan keputusan bersama antara Penanggungawab Program dengan
pengasuh Pondok Pesantren dan disetujui oleh Kasi PEKA PONTREN
(Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren) Kantor Departemen Agama
Kabupaten/Kota. Bagi sekolah agama non Islam, dalam penggunaan dana BOS
Kepala Sekolah/ Penanggungjawab Program harus meminta persetujuan dari
Kasi PEMBIMAS (Pembimbing Masyarakat) Departemen Agama Kabupaten/ Kota.
Untuk
selanjutnya Komite Sekolah Madrasah atau Pengasuh Pondok Pesantren
serta kasi Peka Pontren dan kasi Pembimas dalam fungsinya sebagai
lembaga yang menjadi mitra Kepala sekolah Berkaitan dengan Pengelolaan
dana BOS disebut sebagai Komite Sekolah.
§ Dana BOS digunakan untuk
1. Pembiayaan
seluruh kegiatan dalam rangka penerimaan siswa baru: biaya pendaftaran
penggandaan formulir,administrasi pendaftaran, dan pendaftaran ulang.
2. Pembelian buku teks pelajaran dan buku referensi untuk dikoleksi di perpustakaan.
3. Pembelian
bahan-bahan habis pakai: buku tulis, kapur tulis, pensil, bahan
praktikum, buku induk siswa, buku inventaris, langganan koran, gula,
kopi dan teh untuk kebutuhan sehari-hari disekolah.
4. Pembiayaan
kegiatan kesiswaan: program remedial, program pengayaan, olahraga,
kesenian, karya ilmiah remaja, pramuka, palang merah remaja dan
sejenisnya.
5. Pembiayaan ulangan harian, ulangan umum,ujian sekolah dan laporan hasil belajar siswa.
6. Pengembangan profesi guru: pelatihan, KKG/MGMP dan KKKS/MKKS.
7. Pembiayaan
perawatan sekolah: pengecatan, perbaikan atap bocor, perbaikan pintu
dan jendela, perbaikan mebeler dan perawatan lainya
8. Pembiayaan
langganan daya dan jasa: listrik, air, telepon, termasuk untuk
pemasangan baru jika sudah ada jaringan di sekitar sekolah.
9. Pembayaran
honorarium guru dan tenaga kependidikan honorer sekolah yang tidak
dibiaya Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah. Tambahan insentif bagi
kesahjeteraan guru PNS ditanggung sepenuhnya oleh Pemerintah Daerah.
10. Pemberian bantuan biaya transportasi bagi siswa miskin.
11. Khusus
untuk pesantren salafiyah dan sekolah beragama non Islam, dana BOS
dapat digunakan untuk biaya asrama/pondokan dan membeli peralatan
ibadah.
12. Pembiayaan pengelolaan BOS: ATK, penggandaaan, surat menyurat dan penyusunan laporan.
13. Bila
seluruh komponen di atas telah terpenuhi pendanaannya dari BOS dan
masih terdapat sisa dana maka sisa dana BOS tersebut dapat digunakan
untuk membeli alat peraga, media pembelajaran dan mebeler sekolah.
Penggunaan dana BOS untuk transportasi dan uang lelah bagi guru PNS
diperbolehkan hanya dalam rangka penyelenggaraan suatu kegiatan
besaran/satuan biaya untuk keperluan di atas harus mengikuti batas
kewajaran.
14. Penggunaan
dana BOS untuk transportasi dan uang lelah bagi guru PNS diperbolehkan
hanya dalam rangka penyelenggara suatu kegiatan sekolah selaian
kewajiban jam mengajar. Besaran atau satuan biaya untuk keperluan di
atas harus mengikuti batas kewajaran.
§ Dana BOS tidak boleh digunakan untuk :
1. Disimpan dalam jangka waktu lama dengan maksud dibungakan
2. Dipinjamkan kepada pihak lain.
3. Membayar bonus, transportasi, atau pakaian yang tidak berkaitan dengan kepentingan murid
4. Membangun gedung/ruangan baru
5. Membeli bahan/peralatan yang tidak mendukung proses pembelajaran
6. Menanamkan saham
7. Membiayai
segala jenis kegiatan yang telah dibiaya dari sumber dana pemerintahan
pusat atau daerah, misalnya guru kontrak/guru bantu dan kelebihan jam
mengajar.
- Pembatalan BOS
Dalam
hal ini sekolah menerima BOS mengalami perubahan sehingga tidak lagi
memenuhi persyaratan sebagai penerima BOS atau tutup, maka bantuan
dibatalkan dan dana BOS harus disetorkan kembali ke Kas Negara. Tim
PKPS-BBM Kabupaten/ kota bertanggungjawab dan berwewenang untuk
membatalkan sekolah penerimaan BOS.
G. Ketentuan yang Harus Diikuti Sekolah Penerima BOS
Sekolah yang telah menyatakan menerirna BOS debagi menjadi 2 (dua kelompok) dengan hak dan kewajiban sebagai berikut:
1. Sekolah yang telah menyelengarakan pendidikan gratis
Bagi
sekolah yang telah rnenyelenggarakan pendidikan gratis pada periode
sebelumnya, maka sekolah tersebut harus tetap membebaskan semua bentuk
pungutan sumbangan atau iuran kepada seluruh peserta didik.
2. Sekolah yang telah menyelengarakan pendidikan gratis tapi terbatas
Bagi
sekolah yang masih memungut pungutan, surnbangan atau iuran pada
periode sebelumnya yang dikarenakan terdapat selisih antara RAPBS
(kebutuhan personil sekolah) dan BOS, sekolah masih harus mengikuti
ketentuan sebagai berikut:
§ Apabila di sekolah tersebut terdapat siswa miskin. maka
sekolah diwajibkan membebaskan pungutan/sumbangan iuran seluruh siswa
yang ada di sekolah tersebut. Sisa dana BOS (bila masih ada) digunakan
untuk mensubsidi siswa lain.
§ Bagi sekolah yang tidak mempunyai siswa miskin, maka
dana BOS digunakan mensubsidi seluruh siswa, sehingga dapat mengurangi
semua bentuk pungutan sumbangan/iuran yang dibebankan kepada orang tua
siswa minimum senilai dana BOS yang diterima sekolah.
H. Mekanisme Pelaksanaan
☼ Mekanisme Alokasi Dana BOS
Pengalokasian dana BOS dilaksanakan sebagi berikut:
a. Tim
PKPS-BBM Pusat mengumpulkan data jumlah siswa tiap sekolah melalui tim
PKPS-BBM Propinsi dan Kahupaten/ Kota kemudian menetapkan alokasi dana
BOS tiap Propinsi.
b. Atas
dasar data jumlah siswa tiap Sekolah, Tim PKPS BBM Pusat membuat
alokasi dana BOS tiap Propinsi yang di tuangkan dalam DIPA Propinsi.
c. Tim
PKPA Propinsi dan Tim Kabupaten/ Kota diharapkan melakukan vertifikasi
ulang data jumlah siswa tiap sekolah sebagai dasar dalam menerapakan
alokasi di tiap sekolah.
d. Tim
PKPS BBM Kahupaten / Kota menetapkan sekolah yang bersedia menerima BOS
melalui Surat Keputusan (SK) yang ditandatangani oleh Kepala Dinas
Pendidikan Kabupaten/Kota, Kepala Kandepag Kabupaten/Kota, dan Dewan
Pendidikan dengan dilampiri daftar nama sekolah dan besar dana bantuan
yang diterima (format BOS-02A dan format BOS02B). Sekolah yang bersedia
menerima BOS harus menandatangani Surat Perjanjian Pemberian Bantuan
(SPPB)
e. Tim
PKPS-BBM Kab/Kota mengirimkan SK Alokasi BOS dengan melampirkan daftar
ke Tim PKPS-BBM Propinsi, tembusan ke Pos/ Bank dan SekoIah penerima BOS
Dalam
menetapkan alokasi dana BOS tiap sekolah perlu dipertimbangkan bahwa
dalam satu tahun anggran terdapat dua periode tahun pelajaran yang
berbeda, sehingga perlu acuan sebagai berikut:
a. Alokasi BOS tiap sekolah untuk periode Januari-Juni 2007 didasarkan pada jumlah siswa tahun pelajaran 2006/2007.
b. Alokasi
BOS tiap sekolah periode Juli-Desember 2007 didasarkan pada data jumlah
siswa tahun pelajaran 2006/2007. Oleh karena itu, setiap sekolah
diminta agar mengirim data jumlah siswa ke tim PKPS-BBM Kab/Kota, segera
setelah masa pendaftaran tahun 2007 selesai.
☼ Tanggungjawab Sekolah
a. Melakukan
verifikasi jumlah dana yang diterima dengan data siswa yang ada. Bila
jumlah dana yang diterima melebihi dari yang semestinya maka harus
segera mengembalikan kelebihan dana tersebut ke rekening Tim Manajemen
BOS Prov dengan memberitahukan ke Tim Manajemen BOS Kabupaten
b. Bersama-sama dengan Komite Sekolah mengidentifikasi siswa miskin yang akan dibebaskan dari segala jenis iuran
c. Mengelola dana BOS secara bertanggungjawab dan transparan
d. Mengumumkan
daftar komponen yang boleh dan yang tidak boleh dibiayai oleh dana BOS
serta penggunaan dana BOS di sekolah menurut komponen dan besar dananya
di papan pengumuman sekolah
e. Bertanggungjawab terhadap penyimpangan penggunaan dana di sekolah
f. Memberikan pelayanan dan penanganan pengaduan masyarakat
g. Melaporkan penggunaan dana BOS kepada Tim Manajemen BOS Kab
STUDI LAPANGAN/ REALITAS DI LAPANGAN (DASSEIN)
A. Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
Program
bantuan operasional sekolah (BOS) adalah program pemerintah pusat
memberikan dana ke sekolah-sekolah setingkat SD dan SMP yang bersedia
memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan dalam persyaratan sebagai
penerima program .sekolah yang dicakup dalam program ini adalah
SD/MI/SDLB/Salafiyah setingkat SD dan SMP/MTS/SMPLB/Salafiyah setingkat
SMP,baik negeri maupun tahun ajaran (TA) 2005/2006. Kebijakan ini
digulirkannya sebagai program kompensasi pengurangan Subsidi Bahan Bakar
Minyak (PKPS-BBM) untuk pendidikan yang disebut BOS. Penyaluran dana
ini menuai sejumlah masalah karena ketidaksiapan sekolah untuk mengelola
secara baik dan transparan. BOS diberikan kepada semua siswa dari
tingkatan SD/MI/SDLB, dan SMPT/MTs/SMPLB,Salafiyah setara SMP negeri
ataupun swasta. Sedangkan untuk tingkat SMA/SMK/MA, diberikan dana BKM
bagi siswa dari kalangan tidak mampu.sedangkan distribusi diberikan
melalui PT Pos/Bank,yang ditransfer ke rekening kepala sekolah.
Sedangkan
dana BKM diberikan dalam bentuk cash (tunai) kepada pihak sekolah atau
siswa. Pengucurun dana ini kesekolah diragukan karena kemampuan dan
pengalaman sekolah mengelola dana bantuan yang belum matang.Sekolah yang
tidak berpengalaman disinyalir perencanaan atau perubahan terhadap APBS
penuh rekayasa.Mengingat pencairan dana BOSmensyaratkan, bila APBS
sekolah di bawah jumlah dana BOS,maka sekolah harus menggratiskan semua
biaya pendidikan. Sebaliknya, bila APBS sekolah diatas sana BOS, sekolah
diperbolehkan mencari dana tambahan lain dari masyarakat. Hasil studi
ini adalah BOS sudah diketahui masyarakat tetapi belum sebagaimana yang
dimaksudkan dalam petunjuk. Pertemuan, tetapi pemahaman yang benar dari
warga sekolah belum benar. Isu tentang BOS banyak dimuat di media massa
tetapi pada dasarnya hanya menguraikan kasus-kasus pelaksanaan BOS.
Hanya sekolah sebaga pengelola BOS belum cukup terbuka, belum melibatkan
masyarakat dalam perencanaan dan pengelolaan.
Agar
pelaksanaan program pelaksanaan PKPS-BBM dan masyarakat memahami
program BOS dengan benar, maka akan diuraikan definisi tentang Biaya
Pendidikan dan terminologi program B0S. Biaya Satuan Pendidikan (BSP)
adalah besarnya biaya yang diperlukan rata-rata tiap tahun, sehingga
mampu menunjang proses belajar mengajar sesuai dengan standar pelayanan
yang telah ditetapkan. Dari cara penggunaannya, BPS dibedakan menjadi
BSP Inventasi dan BSP Operasional.
BSP
Inventasi adalah biaya yang dikeluarkan per-siswa per-tahun untuk
menyediakan sumber daya yang tidak habis pakai yang digunakan dalam
waktu lebih dari satu tahun, misalnya untuk pengadaan tanah, bangunan,
buku, alat peraga, media, perabot dan alat kantor. Sedangkan BSP
Operasional adalah biaya yang dikeluarkan per-siswa per-tahun untuk
menyediakan sumber daya pendidikan yang habis pakai yang digunakan satu
tahun atau kurang. BSP Opersional mencangkup biaya personil dan biaya
non personil.
Biaya personil meliputi biaya untuk kesejahteraan (honor Kelebihan Jam Mengajar (KJM), Guru Tidak Tetap (GTT) Pegawai
Tidak Tetap (PTT), uang lembur dan pengembangan profesi guru
(pendidikan dan latihan diklat guru), Musyawarah Guru Mata Pelajaran
(MGMP) Musyawarah Kerja Kepela Sckolah (MKKS), Kelompok Kerja Kepala
Sekolah (KKKS), Kelompok Kerja Guru (KKG), dan lain-lain. Biaya non
personil adalah biaya untuk penunjang Kegiatan Belajar Mengajar (KBM).
Evaluasi penelitian, perawatan atau pemeliharaan, daya dan jasa,
pembinaan kesiswaan, rumah tagga sekolah dan supervisi.
Bantuan
Operasioanal Sekolah (BOS) yang dimaksud dalam PKPS-BBM Bidang
Pendidikan secara konsep rnencankup komponen untuk biaya operasional non
personil hasil studi Badan Penelitian dan Pengembangan Departernen
Pendidikan Nasional (BALITBANG DEPDIKNAS ). Namun karena Biya satuan
yang digunakan adalah rata-rata nasional, maka penggunaan BOS
dimungkinkan untuk membiayai beberapa kegiatan lain yang tergolong dalam
biaya personil dan biaya investasi. Perlu ditegaskan hahwa prioritas
utama BOS adalah untuk biaya operasional non personil bagi sekolah,
bukan biaya kesejahteraan guru dan bukan biaya untuk investasi.
Oleh
karena keterhatasan dana B0S dan pemerintah Pusat, maka biaya investasi
sekolah dan kesejahteraan guru harus dibiayai dari sumber lainnya
dengan prioritas utama dari sumber pemerintah daerah.
B. Dana BOS dan Perencanaan Di Sekolah
Manajemen
Berbasis Sekolah adalah bentuk alternatif manajemen sekolah dari
program desentralisasi dalam bidang pendidikan. Sekolah memiliki
kewenangan dalam pengelolaan dan pengambilan keputusan secara mandiri
yang tidak tergantung kepada birokrasi sentralistik. Kewenangan tersebut
sesuai dengan perannya yang dilandasi oleh Undang-undang No. 22 tahun
1999 untuk mengatur dan menampung aspirasi kepentingan masyarakat untuk
turut serta melakukan kontrol dan pembinaan terhadap sekolah. Pada
hakikatnya upaya tersebut dilakukan untuk meningkatkan kinerja sekolah
dalam pencapaian tujuan-tujuan pendidikan baik tujuan nasional maupun
lokal institusional.
Untuk
melihat keberhasilan pencapaian tersebut akan tampak dari beberapa
faktor sebagai indikator kinerja (key result area) yang berhasil dicapai
oleh sekolah. Dengan kata lain, sekolah dituntut untuk mampu secara
maksimal melaksanakan tugas dan fungsinya dalam faktor-faktor tersebut
sebagai bukti terselenggaranya kegiatan pendidikan. Untuk maksud
tersebut, fungsi-fungsi yang dapat didesentralisasi ke sekolah,antara
lain adalah :
1. Perencanaan dan evaluasi program sekolah
2. Pengelolaan kurikulum
3. Pengelolaan proses belajar mangajar
4. Pengelolaan ketenagaan
5. Pengelolaan peralatan dan perlengkapan
6. Pengelolaan keuangan
7. Pelayanan siswa
8. Hubungan dengan masyarakat
9. Pengelolaan lingkungan sekolah
Di
dalam MBS kepala sekolah harus menggunakan pendekatan kelompok dalam
pengambilan keputusan. Jika ini dilaksanakan, para guru akan merasakan
lebih positif kepada pemimpin sekolah dan mereka terpanggil untuk
mencapai tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Orang tua dan anggota
masyarakat akan lebih banyak mempunyai pendapat terhadap suatu
keputusan. Kepala sekolah memperoleh manfaat dengan menerima masukan
dari stakeholders lainya, dengan demikian guru senantiasa sadar dan
perhatian orangtua semakin besar.
Menurut
suatu penelitian dampak yang utama MBS adalah pentingnya penekanan
peran dari semua bidang stakeholders pendidikan seperti superintendents,
personil kantor dinas atau departemen agama, komite sekolah atau
majelis madrasah, kepala sekolah, orangtua, anggota masyarakat dan
siswa. Kalau hari ini kita hanya madrasah sebenarnya juga tidak terlalu
dalam pendidikan adalah seperti yang disebut di atas.
Hingga
saat ini belum ada penelitian yang menemukan signifikansi MBS dengan
prestasi akademis siswa, yang ada adalah bahwa penggunaan alat (peraga)
lebih maksimal, kehadiran meningkat dan permasalahan displin berkurang.
Oleh karena itu banyak orang berpendapat bahwa meningkatkan prestasi
sekolah mungkin suatu harapan yang tak realitis. MBS hanya
memperlihatkan perubahan kekuasaan dalam sebuah sekolah dengan adanya
pembagian kekuasaan sehingga tampak adanya keseimbangan.
Di
sekolah-sekolah atau madrasah saat ini sudah di bentuk Komite Sekolah
dan Majelis Madrasah. Hal ini menggambarkan adanya perubahan manajemen
seperti ini. Perubahan manajemen mereka anggap sering hanya menyetem
pameran harus menggantikan ketrampilan baru,sikap,dan perilaku dari
temurun dimana mereka sudah terbiasa bertumbuh dan berkembang. Mengubah
peran tidak dating dengan mudah; namun manajemen sekolah tidak bisa
berhasil tanpa perubahan peran itu.
C. Esensi Pemanfaatan Dana Bos
Siapapun pasti pengen jadi BOS, di samping tugasnya terkadang tidak begitu bejibun dan bisa ngatur-ngatur sesuai
mau, gajinya pun lebih banyak ketimbang orang yang diatur, belum lagi
kalau ada dana siluman yang bisa diaman-amankan untuk keamanan 7
turunan, maka jangan heran kalau semua pada rebutan jadi bos. Tapi
sayangnya, kebanyakan kita adalah orang miskin. Dari ratusan juta warga
Indonesia saat ini, paling banter hanya 10% yang jadi bos. Mulai dari
bos kecil, bos menengah hingga big boss. Dan kepada mereka hidup ditopangkan agar hidup tetap hidup.
Di
tengah begitu beratnya beban hidup yang dihimpit ratusan kebutuhan yang
tak semuanya bisa diwujud, maka muncullah sejumlah program dari big boss
(pemerintah yang bertugas memerintah seperti halnya bos) guna membantu
terpenuhinya hajat orang banyak, terutama kaum miskin seperti kita-kita
semua. Mulai dari program subsidi kesehatan, perumahan, hingga
pendidikan.
Khusus
untuk pendidikan, salah satu program yang diluncurkan adalah dana BOS
(Bantuan Operasional Sekolah) yang merupakan dana kompensasi
dinaikkannya harga bahan bakar minyak (BBM) yang bergulir sejak Maret
2005 lalu. Prinsip dari dana BOS ini adalah dibebaskannya siswa miskin
dari segala pungutan, dan sebagai subsidi bagi dana pendidikan murid.
Tapi
apa yang terjadi, sebagaimana dilansir Dinas Pendidikan di
Daerah-daerah saat menyosialisasikan dana BOS ini di koran-koran atau di
media, disebutkan bahwa penggunaan dana BOS ini diutamakan untuk
pembiayaan seluruh kegiatan dalam rangka penerimaan siswa; biaya
pendaftaran, penggandaan formulir, administrasi pendaftaran, dan
pendaftaran ulang. Ini baru point pertama dari 13 point soal penggunaan dana BOS itu.
Kenyataannya,
Realitas terkini saat penerimaan siswa baru (PSB) beberapa waktu lalu,
sekolah justru berlomba-lomba melakukan pungutan kepada calon siswa.
Semakin tinggi pungutan, semakin mempertegas sekolah itu bonafid. Karena
yang jadi siswanya adalah orang-orang yang rela dipungut
setinggi-tinginya oleh sekolah, sementara kalau orang miskin terpaksa
mundur teratur.
Baru
akan bersekolah saja, sudah ada kewajiban untuk membayar uang
pendaftaran, uang seragam, uang bangku, uang pembangunan, uang praktek,
uang komputer dan uang-uang lainnya. Tentu kita bertanya-tanya,
dikemanakan dana BOS yang telah dikucurkan untuk sekolah-sekolah itu. Padahal,
uang pendaftaran sudah ditanggung BOS, Uang pembangunan juga
dianggarkan dalam BOS, Apakah tiap tahun sekolah selalu membangun?
Kemudian apa yang dibangun? Paling banter hanya renovasi kecil-kecilan
atau biaya perawatan rutin semacam pengecatan, perbaikan atap bocor,
perbaikan pintu dan jendela, perbaikan mobiler, perbaikan sanitasi
sekolah, dan perawatan fasilitas lainnya yang kesemuanya itu ditanggung
BOS. Kalau pun benar-benar membangun, biasanya sudah ada pula donatur
dari pihak alumni dan hamba Allah yang namanya tak mau disebutkan. Atau
kalau pihak sekolah gigih dan beruntung, masih ada pula dana block grant.
Untuk
bukupun ditanggung BOS, tak hanya dari BOS malah adapula buku gratis
yang dianggarkan dalam APBD seperti yang dilakukan Kota Padang. Tapi,
kok masih saja ada guru-guru yang nyuruh beli buku ini-buku
itu. Dengan contoh kecil itu saja, jelas beribu pertanyaan dan dugaan
yang bisa dialamatkan atas penggunaan dana BOS itu. Apakah dana tersebut
benar-benar untuk BOS (bantuan operasional sekolah) atau hanya untuk Si
Bos (kepala sekolah dan jajaran-jajarannya yang merasa juga jadi bos).
Karena
penggunaan dana BOS ditentukan oleh kepala sekolah, ada kepala sekolah
yang menggunakannya sebagai setoran bagi kepala dinas pendidikan agar
posisinya sebagai kepala sekolah tak diganggu, lainnya digunakan untuk
pembangunan gedung sekolah, padahal pemerintah daerah dan pusat telah
memberikan anggaran tersendiri, dana ini masih dimintakan pula ke orang
tua murid.
D. Transparansi Sekolah Dalam Memanfaatkan Dana BOS
Biaya
Operasional Sekolah (BOS) dikuncurkan sebagai realisasi pelaksanaan
program kompensasi BBM dari Pemerintah pusat dan telah disetujui DPR RI,
yang sepakat mengalihkan dana subsidi BBM BOS dikucurkan untuk membantu
sekolah-sekolah dalam mengelola kegiatan belajar dan mengajar, baik
sekolah yang berada di bawah binaan Departemen Pendidikan Nasional
maupun Departemen Agama. Karena itu Pemanfatan BOS harus dilakukan
secara transpran dengan melibatkan Komite Sekolah dan partisipasi
masyarakat.
Hal
itu dimaksudkan supaya ada mekanisme kontrol yang efektif dalam
pemanfatan dana tersebut. Sedangkan ditingkat yang lebih tinggi akan
dilakukan Bawasda (Badan Pengawasan Daerah), diharapkan dengan adanya
bantuan tersebut kegiatan belajar dan mengajar di masing-masing sekolah
akan lebih kondusif untuk mendorong suksesnya pelaksanaan program wajib
belajar 9 tahun.
Namun
demikian tentu ada peraturan yang harus diketahui dan dipahami oleh
mereka yang akan mengelola bantuan tersebut, supaya pelaksanaan kegiatan
bisa berjalan sesuai dengan maksud dan tujuannya. Pada prinsipnya,
bantuan operasional sekolah harus masuk di dalam perencanaan dan
pengelolaan RAPBS (Rencana Anggaran Biaya Sekolah) bersama dana lain
yang diperoleh pihak Sekolah dan Pemerintah. Terdapat
ketentuan-ketentuan yang jelas tentang pemanfatan dana tersebut, dan
terdapat pula petunjuk yang cukup jelas tentang kegiatan-kegiatan yang
tidak didanai oleh program ini. Sebab dana yang dikucurkan melalui BOS
ditunjukan untuk membantu pembiayaan pendidikan bagi siswa yang tidak
mampu. Karena itu besaran biaya operasional Sekolah mengacu kepada
kebutuhan biaya pendidikan per siswa, yang pada pada tahun ini
besarannya ditentukan Adapun,
dana BOS untuk 2008 ini, senilai total Rp11,2 triliun, meliputi siswa
SD, SMP, SMP Terbuka dan juga dana BOS yang dikucurkan melalui
Departemen Agama. Untuk siswa SD besarnya, yakni Rp252 ribu/siswa/tahun,
dan untuk siswa SMP dan SMP Terbuka sebesar Rp 352 ribu/siswa/tahun.
Sementara
itu dalam petunjuknya yang dikeluarkan dari pusat, bahwa program BOS
untuk membiayai beberapa komponen pembiayaan pendidikan antara lain,
untuk uang formulir pemdaftaran, buku pelajaran pokok dan buku penunjang
untuk perpustakaan, biaya peningkatan mutu guru (MGMP, MKS, pelatihan
dll), biaya pemeliharaan, ujian sekolah, ulangan umum bersama, dan
ulangan umum harian, honor guru dan tenaga kependidikan honorer, dan
untuk kegiatan kesiswaaan. Selain itu dalam petujuknya juga disebutkan,
bahwa Sekolah penerima BOS diwajibkan untuk membantu peserta didik
kurang mampu yang mengalami kesulitan transportasi dari dan kesekolah.
Sekolah juga dilarang memanupulasi data dengan tujuan tetap memungut
iuran peserta didik, atau untuk memperoleh dana BOS lebih besar.
FOKUS PERMASALAHAN
a. Bagaimana implementasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) terhadap peningkatan mutu sekolah
b. Apakah dampak yang ditimbulkan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) kepada sekolah
c. Bagaimana keefektifan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di sekolah untuk peningkatan mutu sekolah
d. Apa faktor pendukung dan penghambat dana BOS di Sekolah
ANALISIS SWOT
A. Kekuatan (Strenght)
☼ Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan
bahwa setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti
pendidikan dasar. Konsekuensi dari amanat undang-undang tersebut maka
pemerintah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta
didik pada tingkat pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs serta satuan
pendidikan yang sederajat).
☼ Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
☼ Surat
Keputusan Bersama antara Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Agama
Nomor 1/U/KB/2000 dan Nomor MA/86/2000 tentang Pondok pesantren
salafiyah sebagai pola wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun
☼ Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 11 Tahun 2005 tentang Buku Teks Pelajaran
☼ Surat
Edaran Dirjen Pajak Departemen Keuangan RI Nomor SE-02/PJ./2006,
tentang Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Sehubungan
dengan penggunaan Dana Bantuan Operasional (BOS)oleh Bendaharawan atau
Penanggungjawab Pengelolaan Penggunaan Dana BOS di masing-masing Unit
Penerima BOS.
☼ Dana
Bantuan Operasional (BOS) atau BOS buku adalah bantuan dana yang
digulirkan kepada sekolah untuk operasional sekolah dan pembelian buku
pelajaran. Program ini mulai digulirkan ke semua propinsi di seluruh
Indonesia pada tahun 2005 dan BOS Buku pada tahun 2006. Tujuannya untuk
membantu masyarakat meringankan beban biaya pendidikan dan meningkatkan
mutu pendidikan. Disadari bahwa komponen operasional sekolah dan buku
pelajaran merupakan salah satu beban yang memberatkan masyarakat. Maka
dari itu program ini menjadi alternatif bagi pembiayaan pendidikan dan
yang terpenting demi meningkatkan kualitas mutu pendidikan indonesia
☼ Dengan
adanya pengurangan subsidi bahan bakar minyak, amanat undang-undang dan
upaya percepatan penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun yang
bermutu, Pemerintah melanjutkan pemberian Bantuan Operasional Sekolah
(BOS) bagi SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB negeri/swasta dan Pesantren
Salafiyah serta sekolah keagamaan non islam setara SD dan SMP yang
menyelenggarakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun.
☼ Fungsi
komite sekolah sebagai pengontrol (controlling agency) akan mendorong
terciptanya transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan serta
keluaran pendidikan di satuan pendidikan. Karena
itu, komite sekolah bukan lagi sebagai stempel (legalisasi) di tubuh
sekolah. Ia memiliki hak penting untuk terlaksananya pendidikan di
institusi sekolah secara bersih dan bebas korupsi
☼ Anggaran
pendidikan sebagai konsekuensi dari kebijakan pemerintah untuk
mengalokasikan dana pendidikan sebesra 20 % APBN dan APBD, menjadi tolak
ukur untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui Dana BOS dan BOS
Buku
B. Kelemahan (Weakness)
☼ Beberapa
hal terutama mengenai penggunaan dana BOS yang tertuang di dalam Juklak
kurang jelas. Hal ini banyak menimbulkan persepsi berbeda dalam
menerjemahkannya. Hal yang menimbulkan perdebatan antara lain penggunaan
dana BOS untuk insentif guru, kelebihan jam mengajar, membeli komputer,
biaya pengelolaan sekolah dan rehabilitasi.
☼ Komitmen
sebagian pemerintah daerah terhadap pendidikan masih kurang. Hal ini
ditandai dengan berkurangnya dana APBD untuk pendidikan setelah adanya
dana BOS. Sebagian pemda menganggap, dana BOS adalah pengganti dana yang
dialokasikan pemda kepada sekolah. Beberapa pemkab/pemkot dan pemprov
terindikasi, menarik dana yang selama ini diberikan kepada sekolah.
☼ Pada
tataran implementasi di lapangan banyak peyelewengan penggunaan dana
BOS sehingga pada proses penggunaanya banyak yang tidak tepat sasaran
bahkan merugikan para peserta didik
☼ Setelah
adanya dana BOS, seharusnya pihak sekolah tindak lagi melakukan
pengutan pada siswa/ walimurid dengan alasan apapu, karena semua
operasional sekolah dibiayai oleh dana BOS
☼ Sosialisasi
pengelolaan dana BOS sudah disebutkan dalam buku panduan dan petunjuk
dana BOS bahkan sudah dengan gencar dilakukan baik lewat media massa
maupun secara internal. Tetapi masih banyak sekolah yang tidak tahu
petunjuk pelaksana pengelolaan dana BOS.
C. Peluang (Opoportunity)
☼ Perlunya
revitalisasi komite sekolah. Komite sekolah memang dapat dioptimalkan
sebagai pengontrol sekolah. Sebab, hakikatnya komite sekolah merupakan
organisasi pendamping untuk mendorong peran serta masyarakat dalam
pengembangan pendidikan. Di sinilah pentingnya memberdayakan peran dan
fungsi komite sekolah seperti Keputusan Mendiknas No 004/U/2002 tanggal 2
April 2002.
☼ Hendaknya
pihak sekolah melibatkan orangtua murid dalam penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS), sehingga dalam proses
perumusannya orangtua murid mengetahui secara jelas program-program
sekolah beserta pendanaanya.
☼ Perlunya
transparansi kepala sekolah dan sekolah dalam pengelolaan danan BOS,
sehinggga tidak ada lahi guru-guru yang tidak tahu tentang penggunaan
dana BOS.
☼ Peran
aktif dari berbagai pihah semestinya dilakukan. Seperti dari LSM,
komite sekolah paguyuban walimurid yang tergabung dalam tim pengawas
kucuran dana BOS di lapangan dan mengawasinya dengan ketat. Karena tak
bisa dipungkiri, pelaksanaannya di lapangan sangat rentan penyimpangan.
☼ Peluang
yang mungkin timbul dalam mendukung terlaksananya Dana BOS sehingga
tetap sasaran yakni adanya dukungan yang tinggi dari para praktisi
pendidikan yang secara tidak langsung seharusnya beruntung dengan adanya
kebijakan pemerintah mengenai Dana BOS dan BOS Buku, kemudian landasan
hukum yang kuat mengingat kebiajakan ini dengan jelas pada Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan
bahwa setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti
pendidikan dasar. Konsekuensi dari amanat undang-undang tersebut maka
pemerintah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta
didik pada tingkat pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs serta satuan
pendidikan yang sederajat).
☼ Dukungan pemerintah melalui kebijakan dengan mengeluarkan TAP MPR yang akan meningkatkan anggaran pendidikan sebesar 20 persen
D. Tantangan (Treat)
☼ Tantangan
yang membentang luas justru pada level implematasi di sokolah. Sudah
tidak asing lagi bahwa sekolah sebagai pelaksana kebijakan sangat rentan
penyimpangan dan penyelewengan terhadap penggunaan dana bos apalagi
adanya peluang di sekolah yang terbuka lebar.
☼ Sekolah
dalam merumuskan RAPBS seyogianya memasukkan Dana BOS ke dalamnya
sebagai sumber pendapatan sekolah disamping pendapatan yang lain.
Kemudian sekolah juga harus transapran dalam pengelolaan dana BOS.
☼ Biaya
Operasional Sekolah (BOS) dikuncurkan sebagai realisasi pelaksanaan
program kompensasi BBM dari Pemerintah pusat dan telah disetujui DPR RI,
yang sepakat mengalihkan dana subsidi BBM BOS dikucurkan untuk membantu
sekolah-sekolah dalam mengelola kegiatan belajar dan mengajar, baik
sekolah yang berada di bawah binaan Departemen Pendidikan Nasional
maupun Departemen Agama. Karena itu Pemanfatan BOS harus dilakukan
secara transpran dengan melibatkan Komite Sekolah dan partisipasi
masyarakat. Hal itu dimaksudkan supaya ada mekanisme kontrol yang
efektif dalam pemanfatan dana tersebut. Sedangkan ditingkat yang lebih
tinggi akan dilakukan Bawasda (Badan Pengawasan Daerah), diharapkan
dengan adanya bantuan tersebut kegiatan belajar dan mengajar di
masing-masing sekolah akan lebih kondusif untuk mendorong suksesnya
pelaksanaan program wajib belajar.
TEMUAN-TEMUAN DI LAPANGAN
A. Penggelembungan Dana BOS
Hasil
audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) setiap tahun
terhadap penggunaan anggaran negara di institusi pemerintahan, termasuk
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), selalu memperlihatkan
rendahnya kemampuan pengelolaan anggaran dana pendidikan. Karena itu,
sering terjadi kebocoran dan inefisiensi tiap kali akan melangsungkan
subsidi sekolah, terlebih terhadap dana proyek bantuan sekolah dari
pemerintah.
Lihat
saja kebocoran yang terjadi pada penyaluran dana bantuan operasional
sekolah (BOS) 2007. Di sana terdapat banyak penyimpangan, mulai
penggelembungan jumlah siswa agar bisa dapat dana BOS yang banyak, belum
memiliki izin operasional sudah mendapatkan dana bantuan, hingga tidak
transparannya sekolah mengelola dana BOS. Belum lagi, penyelewengan dana
bantuan berupa block grant maupun specific grant.
Dalam
Rapat Kerja (Raker) Komisi X (pendidikan) DPR dengan Mendiknas, Bambang
Sudibyo, terungkap hasil audit BPKP yang menunjukkan terjadinya
penggelembungan jumlah siswa sekolah di 29 provinsi. Hanya empat
provinsi yang tidak ditemukan kasus tersebut, yakni Lampung, Jambi,
Gorontalo, dan Bali. Tetapi, belum tentu empat provinsi itu tidak
menyelewengkan dana bantuan sekolah dalam bentuk lain, seperti dana
pengembangan fisik sekolah, dana pengadaan buku pelajaran.
Selain itu, di antara dana BOS 2007
sebesar Rp 10,314 triliun, sebanyak 71,6 % atau Rp 7,14 triliun
tersalurkan dengan baik. Sisanya tidak jelas rimbanya. Ironisnya, hal
tersebut dibiarkan saja oleh Mendiknas. Malah dengan penuh percaya diri
dia mengatakan bahwa secara umum pelaksanaan BOS 2006 berjalan sukses dan tepat sasaran.
Padahal
kalau menyaksikan sendiri di lapangan, hingga sekarang masih banyak
sekolah yang belum menerima dana BOS. Karena itu, para pengelola
pendidikan harus pontang-panting mencari utang, bahkan banyak yang harus
mengeluarkan kocek sendiri demi berlangsungnya proses pendidikan sambil
menunggu dana BOS turun.
Fenomena
itu memperkuat dugaan bahwa birokrasi pendidikan kita kurang
transparan, tidak profesional mengelola anggaran pendidikan. Yang
terpenting, ternyata mental korup masih melekat di mana-mana, tak
terkecuali di dunia pendidikan. Di sisi lain, terdapat indikasi faktual
yang semakin menyadarkan kita bahwa pada prinsipnya masalah utama
bobroknya pendidikan nasional bukan hanya terletak pada minimnya
anggaran, kualitas SDM yang lemah, dan kaburnya visi pendidikan
nasional. Lebih dari itu, manajemennya juga hancur, baik yang menyangkut
manajemen pengelolaan keuangan maupun manajemen dalam konteks
administrasi kelembagaan. Lalu, apa gunanya dana bantuan sekolah jika
kemudian tidak menjamin meningkatnya kualitas pendidikan kita.
Serba
dilematis memang, artinya peningkatan kualitas pendidikan bukan hanya
bergantung pada besarnya dana yang dimiliki Depdiknas, tetapi juga
dipengaruhi sektor-sektor lain. Termasuk, kejujuran para pengelola
pendidikan menggunakan dana bantuan sekolah yang selama ini menjadi
program prioritas Mendiknas. Kita paham, adanya dana bantuan sekolah
punya maksud baik, tetapi di sisi lain hal itu justru bisa menjadi
bumerang karena akan memperparah mental korupsi di lingkungan Depdiknas.
Lalu, apa antisipasi kita? Diperlukan standarisasi penyaluran dana
bantuan yang tegas dari pemerintah, termasuk menyeleksi dengan ketat
sekolah-sekolah yang berhak mendapatkan dana bantuan, agar tidak jatuh
ke tangan-tangan oknum pengelola pendidikan yang tidak bertanggung
jawab. Bahkan, juga diperlukan aturan yang ketat terhadap para pelaku
korupsi dana bantuan pendidikan. Entah diberhentikan dengan tidak hormat
sebagai pejabat atau diturunkan golongan kepangkatannya.
Tentu
saja butuh komitmen bersama untuk melakukan semua itu. Bahkan, hal
tersebut merupakan pilihan yang sulit karena menyangkut kehormatan dan
masa depan mereka. Tetapi, bukankah menjaga sekolah dari para bandit
juga merupakan kehormatan yang harus dibela, apalagi menyangkut masa
depan jutaan anak didik.
B. BOS di Selewengkan oleh Dinas Propinsi
Penyaluran
Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Dinas Pendidikan Provinsi Jawa
Timur (Jatim) diduga menyimpang atau diselewengkan, dugaan kebocoran
dana yang bersumber dari APBN sebesar Rp3,29 triliun dan APBD Provinsi
Jatim sebesar Rp458 miliar ditemukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Menurut hasil audit BPK pada 2007, bentuk penyimpangan anggaran
pendukung program Wajib Belajar 9 Tahun itu terkait penggunaan atau
penyalurannya. Indikasi awal adalah tidak tercapainya standar pelayanan
minimal (SPM) pendidikan serta ketidaktepatan sasaran, jumlah, dan waktu
atas pelaksanaan dana program BOS untuk seluruh wilayah Jatim dalam
tahun 2006 dan 2007.
Temuan
BPK ini muncul dengan adanya laporan LSM Graji Massal ke Kejaksaan
Tinggi (Kejati) Jatim. Adanya laporan penyimpangan dana BOS Selain
terkait penyimpangan penyaluran, dana BOS diduga disalurkan tidak sesuai
perencanaan untuk mencapai tujuan berupa peningkatan program Wajib
Belajar 9 Tahun dana BOS belum diterima tiap sekolah penerima sesuai
jadwal waktu yang telah ditetapkan.
Dari
data BPK, penyaluran dana BOS dilakukan melalui kerja sama antara Dinas
P dan K Provinsi Jatim dan PT Bank Jatim untuk periode Juli–Desember
2006 dan tahun anggaran 2007. Setelah dilakukan pemeriksaan atas
rekening koran satuan kerja (satker) Program Kompensasi Pengurangan
Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS BBM) Dinas Provinsi Jatim dari PT Bank
Jatim ke wilayah kabupaten untuk ditransfer ke rekening-rekening
sekolah,ternyata masih ditemukan pengiriman dana BOS mengendap.
C. Peyelewengan BOS Oleh Oknum UPTD
Disisi pihak ada temuan yang mengherankan pada sebuah institusi pendidikan bahwa Dewan Pendidikan (DP) di salah satu kabupaten yaitu kabupaten Tabanan, membeberkan sejumlah temuan yang cukup mengejutkan. Dana bantuan operasional sekolah (BOS) sejumlah Sekolah Dasar (SD) di Tabanan diduga disunat oknum Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) Dinas Pendidikan dan Persip. Berdalih berwenang mengelola dana BOS, pihak sekolah diminta menyerahkan sebagian dana itu jika tidak ingin guru atau pihak sekolah kena sanksi institusi.
Temuan Kelompok Kerja (Pokja) Beberapa temuan kasus seperti penyunatan dana BOS maupun lemahnya pengawasan Dana Alokasi Khusus (DAK) menyatakan dana BOS yang semestinya dikelola sekolah justru dalam praktiknya UPTD turut melakukan intervensi. Pihak UPTD meminta sebagian dana BOS diserahkan kepada mereka dengan dalih untuk dana pengawasan siswa, besaran dana BOS yang disunat sekitar Rp 1.000 per siswa, karena selama ini dilaporkan tidak ada masalah dengan dana BOS, kasus penyunatan dana BOS di SD ditemui pada beberapa kecamatan seperti Baturiti, Kediri, dan Pupuan. Dari upaya turun ke lapangan yang dilakukannya ditemui banyak sekolah yang tidak tahu ketentuan petunjuk pelaksana pengelolaan dana BOS. Padahal sosialisasinya sudah dengan gencar baik lewat media massa maupun secara internal. Juga sudah jelas disebutkan dalam buku panduan dan petunjuk dana BOS. Sehingga, ketika oknum UPTD menyatakan juga berwenang mengelolanya mereka tidak dapat berbuat banyak kecuali menerima. Ada alasan lain yang cukup mencengangkan bahwa para guru terpaksa memberikan sebagian dana BOS karena takut kena sanksi institusi dari UPTD misalnya kena mutasi dan lainnya.
Seharusnya, dana BOS sepenuhnya dalam pengelolaan sekolah. Karenanya, siapapun atau institusi seperti UPTD tidak diperkenankan turut campur dalam pengelolaan dana BOS dengan dalih apa pun. Sebab, hal itu merupakan wewenang sekolah serta mekanisme dan pertanggungjawabannya dilakukan oleh sekolah. Selaku Ketua DP, Dinas Pendidikan melakukan pengawasan dan pengecekan kembali atas temuannya itu agar tidak terjadi manipulasi dan penyimpangan. Selain temuan penyunatan dana BOS, juga diungkap tim monev adanya keluhan dari sekolah-sekolah terkait lambatnya bantuan dana alokasi khusus (DAK). Hal itu sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan proyek atau kegiatan perbaikan sarana dan prasarana sekolah. Pasalnya, dana DAK belum cair, sementara perbaikan gedung sekolah mesti cepat dilaksanakan. Di pihak lain, banyak guru atau kepala sekolah tidak tahu-menahu soal bantuan DAK tersebut baik besaran maupun pemanfaatannya. Akibatnya, kepala sekolah kesulitan memanfaatkan dengan benar di samping juga lemahnya pengawasan pelaksanaan proyek perbaikan sarana gedung atau mebel. Lemahnya pengawasan membuat sejumlah dana yang turun menjadi rawan penyimpangan.
D. Temuan BPK Dalam Penggunaan Dana BOS
Hasil
temuan menunjukkan bahwa kampanye dana BOS yang begitu gencar di
berbagai media massa, ternyata hanya “tebar pesona” saja, kasihan murid
sekolah kita yang hanya dibuat terpesona lewat tayangan-tayangan itu.
Beberapa temuan BPKP tentang penyaluran dana BOS bermasalah, adalah, Pertama, ditemukan sekolah yang belum punya izin operasional, tetapi mendapat dana BOS. Kedua, terjadi penggelembungan jumlah siswa di 29 provinsi. Lalu, ketiga, penggunaan dana BOS tidak seperti apa yang disampaikan Mendiknas di depan Komisi X DPR.
Selain
itu, ditemukan pula pengunaan dana BOS yang tidak sesuai aturan,
seperti dipakai untuk insentif guru, beli komputer, kepentingan pribadi,
dipinjamkan dan karya siswa. Kalau kayak gini penggunaannya, tidak pas
kalau jumlah siswa yang dijadikan patokan menghitung jatah BOS per
sekolah. Perlud ingat, konsep awal guna BOS itu untuk beli alat praktek
siswa, biaya rapat komite sekolah, alat tulis, pembinaan siswa,
perbaikan fasilitas.
E. BOS Buku Yang Menjadi Kendala
Depdiknas
akan meluncurkan sembilan program utama tahun 2006. Salah satunya
adalah bantuan operasional sekolah (BOS) untuk buku teks pelajaran (BOS
Buku), BOS buku diberikan kepada siswa-siswa SD dan SMP di daerah-daerah
terpencil dan tertinggal yang ada di 9-12 provinsi di Indonesia.
Depdiknas
bersama DPR telah sepakat mengalokasikan dana Rp 800 miliar dari APBN
untuk BOS buku tahun 2006. BOS buku teks ini diberikan kepada
siswa-siswa SD dan SMP yang ada di daerah-daerah terpencil dan
tertinggal dalam rangka penuntasan wajib belajar pendidikan dasar (Wajar
Dikdas) 9 tahun. Pola penyaluran BOS buku ini sama dengan pola
penyaluran dana bantuan operasional sekolah (BOS), yaitu menggunakan
pola block grant. BOS buku, diberikan untuk buku teks pelajaran saja,
tidak termasuk buku pengayaan.
Pada prinsipnya pihak
sekolah dan komite sekolah silakan memilih buku teks pelajaran yang
akan digunakan di sekolah. Buku teks pelajaran yang dipilih adalah buku
yang sudah ditetapkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Besar
kecilnya dana BOS Buku ditentukan oleh jumlah siswa dari sekolah yang
bersangkutan. Setiap siswa mendapatkan BOS Buku sebesar Rp20.000,00 per
buku.
§ Indikasi Penyimpangan
Namun,
alokasi penggunaan BOS Buku tersebut dinilai sangat rentan terhadap
praktik penyimpangan. Berdasarkan laporan dari berbagai media, aroma
tidak sedap mulai terendus di balik transaksi pengadaan buku teks. Hasil
riset Indonesia Corruption Watch (ICW) tahun 2006 mengenai BOS buku di
Jakarta, Garut, Semarang, dan Kupang, menunjukkan adanya kesalahan dalam
proses pengadaan buku setelah muncul Peraturan Mendiknas Nomor 11/2005
tentang Buku Teks Pelajaran. Dalam peraturan itu, sekolah tidak
diperkenankan memaksa atau menjual buku kepada siswa. Namun, aturan itu
disiasati sekolah. Caranya, dengan mengarahkan sekolah atau siswa
membeli buku dari penerbit tertentu.
Jika
dana berasal dari masyarakat, sekolah (kepala sekolah) yang menjadi
aktor, siswa diharuskan membeli buku dari penerbit yang sudah memiliki
perjanjian kerja sama dengan sekolah. Bila yang digunakan uang negara,
biasanya pejabat dinas yang menjadi pelaku, sekolah diarahkan membeli
buku-buku dari rekanan mereka.
Hal
senada juga dilaporkan oleh harian Kompas (25/11/2006). Menurut media
nasional tersebut, indikasi penyimpangan penggunaan dana BOS Buku berupa
pembelian buku yang merupakan hasil rekomendasi dinas. Ini berarti,
sangat dimungkinkan buku ajar yang digunakan di tiap-tiap daerah akan
seragam. Selain itu, juga dipastikan munculnya persaingan tidak sehat
antar penerbit untuk memperebutkan rekomendasi dari dinas atau sekolah.
Sementara
itu, harian Pontianak Post (06/01/2007) melaporkan, banyak guru di
Pontianak yang belum mengetahui cairnya dana BOS Buku akibat tidak
transparannya kepala sekolah dalam pengelolaan BOS buku. Dari beberapa
sekolah, ada guru-guru mengaku kecewa sebab kepala sekolah tak memberi
tahu kalau BOS buku sudah cair, dan sudah seharusnya kepala sekolah
memberitahukan guru tentang BOS buku. Sebab, selama ini sosialisasi BOS
sangat gencar dilakukan oleh dinas pendidikan dan departemen agama di
seluruh Indonesia.
Peran
aktif juga semestinya dilakukan berbagai pihak. Seperti dari LSM yang
tergabung dalam tim pengawas kucuran dana BOS buku di lapangan. Dewan
akan mengawasi BOS buku dengan ketat. Tak bisa dipungkiri,
pelaksanaannya di lapangan sangat rentan penyimpangan. Misalnya saat
sekolah menggelar kegiatan, banyak penerbit buku yang bersedia
menawarkan diri sebagai sponsor. Kalau tak ada kepentingan, tak mungkin
penerbit mau membantu tanpa adanya kompensasi tertentu. Mengenai pemberian
diskon adalah kebijakan internal tiap sekolah, tidak perlu
dipermasalahkan jika diberikan secara profesional. Artinya, potongan
harga tersebut bisa dirasakan manfaatnya oleh seluruh guru, bukannya
hanya kepala sekolah ataupun dialihkan untuk pembelian berbagai
perlengkapan sekolah, di luar BOS.
Di
Bandung, sebagaimana dilaporkan harian Pikiran Rakyat (15/12/2006),
mayoritas Kepala Cabang Dinas (KCD) Pendidikan di kota Bandung melakukan
penyimpangan peraturan penggunaan dana BOS Buku. Satu di antaranya
adalah KCD Kecamatan Cibiru yang telah mengarahkan kepala sekolah (KS)
untuk pengadaan buku matematika dari suatu penerbit tertentu. Pengarahan
itu dilakukan melalui Surat Nomor 005/145-TU/2006 tertanggal 22
November 2006 yang berisi penekanan agar para KS hadir pada rapat Jumat
24 November 2006. Isi rapat mencantumkan, KCD mengimbau dan mewajibkan
KS mengadakan buku teks ajaran program BOS buku dari penerbit rekanan
KCD.
§ Tidak Berpijak Pada Realitas
BOS
buku adalah bantuan dana yang digulirkan kepada sekolah untuk pembelian
buku pelajaran. Program ini mulai digulirkan ke semua propinsi di
seluruh Indonesia pada tahun 2006. Tujuannya untuk membantu masyarakat
meringankan beban biaya pendidikan dan meningkatkan mutu pendidikan.
Disadari bahwa komponen buku pelajaran merupakan salah satu beban yang
memberatkan masyarakat.
Padahal ketersediaan buku sangat penting dalam proses pendidikan.
Bos buku diberikan langsung ke sekolah dengan besaran setiap sekolah mendapatkan alokasi yang dihitung dari jumlah siswa. Setiap siswa dialokasikan Rp.20.000. Sekolah yang menerima BOS buku memiliki kewajiban untuk membeli buku teks pelajaran yang diprioritaskan untuk digunakan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Buku-buku itu diharapkan digunakan minimal dalam 5 tahun.
Bos buku diberikan langsung ke sekolah dengan besaran setiap sekolah mendapatkan alokasi yang dihitung dari jumlah siswa. Setiap siswa dialokasikan Rp.20.000. Sekolah yang menerima BOS buku memiliki kewajiban untuk membeli buku teks pelajaran yang diprioritaskan untuk digunakan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Buku-buku itu diharapkan digunakan minimal dalam 5 tahun.
Siswa
diberikan pinjaman secara cuma-cuma oleh sekolah untuk digunakan dalam
belajar baik di rumah maupun di sekolah dan dikembalikan lagi pada akhir
semester atau akhir tahun pelajaran sehingga bisa dipakai kembali oleh
adik kelasnya. Sayangnya,
seiring dengan bergulirnya BOS buku, pemerintah melalui Menteri
Pendidikan Nasional pada awal tahun pelajaran 2006/2007 mengeluarkan
Peraturan Mendiknas No. 22, 23, dan 24. Ketiga peraturan ini mendasari
berlakunya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kondisi daerah
dan sekolah yang beragam dan keluwesan penerapan KTSP berdampak pada
pelaksanaan kurikulum pun menjadi beragam. Ada sekolah yang pada tahun
pelajaran 2006/2007 ini telah melaksanakan KTSP, ada pula yang belum.
Jadi, praktis pada tahun 2006/2007 ini secara nasional berlaku tiga
macam kurikulum, yaitu Kurikulum 1994, Kurikulum 2004, dan kurikulum
berdasarkan standar isi (KTSP).
Dengan
berlakunya tiga macam kurikulum, panduan BOS buku yang harus dijadikan
acuan para pengelola BOS Buku menjadi kurang sesuai untuk sekolah yang
telah menerapkan KTSP. Dalam panduan itu tercantum pembatasan judul buku
yang dibeli dipilih dari daftar yang tertera dalam lampiran Peraturan
Mendiknas No. 26 tahun 2005, hal ini sebenarnya hanya cocok untuk
sekolah yang masih menggunakan kurikulum 1994 dan 2004. Apabila
konsisten dengan isi Permendiknas tentang Buku Pelajaran, sebenarnya
buku-buku tersebut tidak dapat digunakan minimal 5 tahun karena paling
lambat tiga tahun yang akan datang semua sekolah sudah harus
melaksanakan kurikulum sesuai standar isi atau KTSP.
Bagi
sekolah-sekolah atau dinas pendidikan dikota atau setiap kabupaten yang
responsif menanggapi perubahan kurikulum, pada tahun pelajaran
2006/2007 sekolah-sekolah mulai SD, SMP, SMA dan SMK telah melaksanakan
KTSP. Dengan kondisi yang demikian, mestinya panduan BOS buku tersebut
tidak dapat diberlakukan sama dengan daerah/sekolah yang masih
menerapkan kurikulum 2004 atau kurikulum 1994. Hal inilah yang
menimbulkan kebingungan bagi sebagian pengelola BOS buku dan guru di
sekolah. Di satu sisi harus mempertanggungjawabkan sesuai aturan tetapi
disisi lain jika aturan itu diterapkan akan tidak sesuai dengan
kebutuhan lapangan, meskipun sebenarnya dalam KTSP tidak ada pembatasan
buku.
Kondisi
yang demikian ini ternyata juga harus disadari oleh Manajer PKPS-BBM
setiap kota atau kabupaten. Namun agar sekolah tetap mematuhi
rambu-rambu yang tercantum dalam buku Panduan. Logikanya, sesuai tujuan
pemberian BOS buku itu untuk meringankan masyarakat. Apabila ketiga buku
itu telah dipenuhi oleh Pemda, kemudian dana itu digunakan untuk
mencukupi kebutuhan buku yang lain akan dapat mempercepat pemenuhan buku
sehingga program pemerintah mewujudkan pemenuhan buku bagi siswa akan
cepat tercapai. Setiap siswa satu buku untuk semua mata pelajaran. Jika
BOS buku masih digunakan lagi untuk membeli buku yang sudah ada di
sekolah maka target pemenuhan buku justru akan terhambat. Di satu sisi
ada buku tertentu yang berlebih dan di sisi lain masih ada yang belum
ada sama sekali.
Atas
dasar pertimbangan itu dan hasil konsultasi dengan Tim Pusat, maka
dibuatlah edaran ke sekolah agar dana Bos Buku diusahakan untuk memenuhi
buku yang belum dipenuhi oleh Pemda. Sekolah bebas memilih buku sesuai
kebutuhannya sendiri. Tetapi, ternyata beberapa saat kemudian oleh oknum
yang merasa dirugikan dengan kebijakan itu, surat edaran itu dianggap
menyalahi panduan BOS buku. Akhirnya, dengan berbagai pertimbangan dan
agar tidak merepotkan, akhirnya surat itu diralat kembali untuk tetap
sesuai panduan yang ada saja meskipun akhirnya ada yang dirasakan kurang
tepat.
KESIMPULAN
Sebagai
kompensasi atas kenaikan harga BBM, dalam bidang pendidikan pemerintah
telah mengeluarkan satu paket kebijakan baru yang disebut biaya
operasional sekolah (BOS) dan Dana BOS Buku. Dana tersebut sepenuhnya
diberikan kepada siswa-siswi MI/SD serta MTs/SMP di seluruh Indonesia.
Rinciannya, setiap siswa MI/SD akan mendapatkan sumbangan 235 ribu per
tahun. Sementara itu, setiap siswa MTs/ SMP akan mendapatkan bantuan
sebesar Rp. 324.500 per tahun.
Kemudian
utnuk BOS Buku, Buku teks pelajaran yang dipilih adalah buku yang sudah
ditetapkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Besar kecilnya
dana BOS Buku ditentukan oleh jumlah siswa dari sekolah yang
bersangkutan. Setiap siswa mendapatkan BOS Buku sebesar Rp20.000,00 per
buku.
Langkah
yang dilakukan pemerintah itu perlu diapresiasi agar diawasi
pelaksanaannya. Sebab, di tengah situasi ekonomi yang serbasulit ini,
bila tak dikorupsi, dana tersebut merupakan berkah bagi mereka yang
betul-betul membutuhkan, meringankan biaya pendidikan untuk rakyat
merupakan kewajiban negara.
Sasaran dan tujuan BOS itu amat mulia. Pemerintah paling kurang, sudah memiliki setengah tekad dan kemauan untuk meringankan biaya pendidikan masyarakat miskin. Tanpa uluran tangan pemerintah, dipastikan akan semakin banyak generasi muda negeri ini yang tak berkesempatan mengenyam pendidikan. Alih-alih harus memikirkan soal pendidikan, biaya untuk kebutuhan sehari-hari pun tak ada.
Sasaran dan tujuan BOS itu amat mulia. Pemerintah paling kurang, sudah memiliki setengah tekad dan kemauan untuk meringankan biaya pendidikan masyarakat miskin. Tanpa uluran tangan pemerintah, dipastikan akan semakin banyak generasi muda negeri ini yang tak berkesempatan mengenyam pendidikan. Alih-alih harus memikirkan soal pendidikan, biaya untuk kebutuhan sehari-hari pun tak ada.
Dampak
negatifnya, bukan hanya semakin banyak pengangguran, kemiskinan yang
berbanding lurus dengan meningkatnya angka kriminalitas, tapi juga kita
akan kehilangan satu generasi. Bencana kemanusiaan yang terjadi di
berbagai daerah di nusantara jelas menunjukkan fakta itu. Di
wilayah-wilayah tertinggal, banyak anak yang tidak bersekolah lantaran
nihilnya sarana dan prasarana pendidikan, kalaupun
ada sekolah fasilitasnya pun sangat terbatas. Di tengah ketiadaan
pendidikan itu, kemiskinan kian menggurita. Untuk keluar dari jeratan
kemiskinan, sebagian (besar) ada yang mengadu nasib ke negara tetangga
dan sebagian lagi bertahan di negeri sendiri, semua itu dipilih bukan
tanpa risiko.
Untuk
bisa melanjutkan proses pembangunan bangsa, mengakhiri kemiskinan,
serta mewujudkan kualitas kehidupan rakyat yang sejahtera, pendidikan
merupakan sala satu faktor yang tidak bisa diabaikan begitu saja.
Kemajuan dan keberhasilan sebuah bangsa bisa diukur berdasar
kemampuannya dalam menata serta menyediakan pendidikan bagi warganya.
Pendidikan yang maju dan berkualitas hanya bisa digapai jika pemerintah
peduli dan berani mengucurkan subsidi yang besar. Tanpa itu, semuanya
bak mimpi di siang bolong.
Sayangnya,
kalkulasi dan mekanisme distribusi dana BOS yang diimpikan rakyat itu
kurang dipikirkan secara matang. Mengapa? Sebab, meski di atas kertas
jumlah dana BOS tersebut sangat besar dibandingkan dengan
anggaran-anggaran sebelumnya, toh nyatanya amat tidak realistis.
Pada
April-Mei 2007, sekolah di jenjang pendidikan dasar negeri dan swasta
di seluruh Indonesia, kembali mendapat kucuran dana Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) untuk periode Januari-Juni 2007. Sejak digulirkan pada
Juli 2005, Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak
(PKPS-BBM) bidang pendidikan dalam bentuk BOS ini dirasakan banyak
memberikan manfaat bagi peningkatan pelayanan dan mutu pendidikan. Beban
biaya pendidikan yang ditanggung orangtua murid menjadi berkurang. Di
samping itu, sekolah menjadi lebih leluasa mengembangkan program
peningkatan mutu pendidikannya.
Pengalaman
pertama pelaksanaan program BOS 2005, meninggalkan catatan tentang
keberhasilan, masalah dan hambatannya. Laporan Depdiknas dalam Buletin Pelangi Pendidikan
edisi Desember 2005 menyebutkan, program BOS telah berjalan dengan
lancar. Hal ini dibuktikan, pada pertengahan November 2005 seluruh dana
BOS telah disalurkan ke rekening sekolah. Total dana secara nasional
yang disalurkan sekitar Rp.5 triliun. Selain itu, berdasarkan hasil
monitoring secara sampling, Depdiknas memprediksi lebih 85 persen SD/MI
dapat menggratiskan iuran siswa. SMP/MTs di perdesaan juga banyak yang
membebaskan iuran siswa, namun SMP/MTs di perkotaan masih banyak yang
belum melakukannya.
Sedangkan masalah dan hambatan yang dihadapi program BOS pada periode Juli – Desember 2005 antara lain:
1. Karena
program BOS relatif baru. Banyak sekolah khususnya tingkat SD/MI yang
masih belum tahu cara menyusun RAPBS dan tatacara pertanggungjawaban
keuangan BOS. Selain itu, umumnya hambatan di tingkat SD/MI tidak
memiliki pegawai administrasi/tata usaha.
2. Komitmen
sebagian pemerintah daerah terhadap pendidikan masih kurang. Hal ini
ditandai dengan berkurangnya dana APBD untuk pendidikan setelah adanya
dana BOS. Sebagian pemda menganggap, dana BOS adalah pengganti dana yang
dialokasikan pemda kepada sekolah. Beberapa pemkab/pemkot dan pemprov
terindikasi, menarik dana yang selama ini diberikan kepada sekolah.
3. Beberapa
hal terutama mengenai penggunaan dana BOS yang tertuang di dalam Juklak
kurang jelas. Hal ini banyak menimbulkan persepsi berbeda dalam
menerjemahkannya. Hal yang menimbulkan perdebatan antara lain penggunaan
dana BOS untuk insentif guru, kelebihan jam mengajar, membeli komputer,
biaya pengelolaan sekolah dan rehabilitasi.
Pendidikan
adalah amanat Tuhan dan kemanusiaan. Maka, melaksanakan segala sesuatu
yang positif dan berkaitan dengan pendidikan sama dengan menjalankan
amanat, yang tentu saja bernilai ibadah. Termasuk dalam hal melaksanakan
program BOS. Oleh karena itu, marilah kita jaga amanah itu dengan
melaksanakan program BOS secara baik dan benar sesuai ketentuan yang
berlaku.
SARAN
- Sekolah harus dikelola secara transparan dan akuntabel. Bagaimana semua program sekolah dan pendanaan (sumber, distribusi, dan pertanggungjawaban) dilakukan secara terbuka. Dalam hal itu, program-program di sekolah diawali dengan analisis kebutuhan masyarakat, dirancang menjadi program, diajukan ke komite sekolah, baru diputuskan menjadi program sekolah. Salah satu kelemahan yang terjadi selama ini adalah kecenderungan kepala sekolah yang masih berpola kekuasaan, bukan play maker yang demokratis. Maka, tidak jarang dia dilingkari orang-orang yang ABS (asal bapak senang), brutus, dan ingin memanfaatkan demi kepentingannya.
Dalam
konteks itu, sebaiknya sekolah memiliki sistem komunikasi dengan orang
tua, masyarakat, dan komite sekolah dalam hal program dan
pertanggungjawaban keuangan. Jika mungkin, sekolah dapat membuka website
khusus untuk komunikasi dengan stakeholder-nya.
- Perlu ada pertanggungjawaban baik sekolah kepada masyarakat (akuntabilitas). Jika itu dilakukan, kemungkinan korupsi di sekolah (khususnya dana bantuan sekolah) dapat ditekan. Minimal, mereka berhitung atas apa yang dilakukan dalam keuangan sekolah. Akuntabilitas sebagai poin pertama harus difasilitasi sistem komunikasi dan keran keterbukaan yang baik. Masyarakat dapat mempertanyakan bagaimana uang yang disumbangkan kepada sekolah, dipergunakan untuk apa, dengan cara-cara bagaimana, dan hasil atas finansial yang telah dikeluarkan.
- Perlunya revitalisasi komite sekolah. Komite sekolah memang dapat dioptimalkan sebagai pengontrol sekolah. Sebab, hakikatnya komite sekolah merupakan organisasi pendamping untuk mendorong peran serta masyarakat dalam pengembangan pendidikan. Di sinilah pentingnya memberdayakan peran dan fungsi komite sekolah seperti Keputusan Mendiknas No 004/U/2002 tanggal 2 April 2002.
- Fungsi komite sekolah sebagai pengontrol (controlling agency) akan mendorong terciptanya transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan serta keluaran pendidikan di satuan pendidikan. Karena itu, komite sekolah bukan lagi sebagai stempel (legalisasi) di tubuh sekolah. Ia memiliki hak penting untuk terlaksananya pendidikan di institusi sekolah secara bersih dan bebas korupsi
- Perlunya semacam lembaga independen semacam education watch di daerah, yang secara khusus akan melakukan kontrol mandiri terhadap lembaga sekolah dan melakukan advokasi kepada masyarakat yang membutuhkan. Lembaga itu akan menjadi lembaga independen, yang terlepas dari berbagai kepentingan pihak-pihak tertentu
- Fokus utamanya tentu advokasi kepada masyarakat, baik masyarakat sekolah maupun masyarakat yang secara finansial terkait langsung dengan sekolah. Kita berharap, ada kesadaran dari berbagai pihak untuk ikut mengawal terbebasnya institusi luhur pembangunan moral itu agar bersih dari korupsi. Di sinilah dibutuhkan masyarakat yang kuat, cerdas, dan berani menuntut hak-haknya atas lembaga pendidikan yang tidak memberikan layanan selayaknya. Apalagi, mengindikasikan tanda-tanda koruptif.
REKOMENDASI
1. Hendaknya
pihak sekolah melibatkan orangtua murid dalam penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS), sehingga dalam proses
perumusannya orangtua murid mengetahui secara jelas program-program
sekolah beserta pendanaanya.
2. Berkaitan
dengan penyusunan RAPBS, beberapa alternatif dapat digunakan. Di
antaranya, bisa dilakukan oleh tim yang terdiri atas personil sekolah
dan komite sekolah. Atau dengan cara menimba pengalaman dari sekolah
lain. Dapat juga memanfaatkan forum pertemuan, seperti MKKS, KKG, MGMP
dan lainnya untuk sharing pengalaman dengan sekolah lain.
3. Tentang
kelangkaan pegawai administrasi di SD/MI, diharapkan pemerintah
memberikan perhatian terhadap masalah ini. Mungkin pemerintah dapat
mulai memprogramkan pengangkatan pegawai administrasi untuk SD/MI.
Sementara itu, bagi sekolah yang belum memiliki pegawai administrasi
dapat mengatasinya dengan mengangkat tenaga honor.
4. Juga
perlu diluruskan adalah pemahaman yang menganggap BOS identik dengan
sekolah gratis. Saat ini, BOS tidak identik dengan sekolah gratis, namun
lebih tepat dengan istilah gratis terbatas. Konsep Sekolah Gratis
Terbatas ini dapat bermakna: semua siswa di suatu sekolah digratiskan
dari segala iuran; kebutuhan dana di sekolah tidak melebihi dana BOS
yang diterima sekolah; hanya siswa miskin/kurang mampu yang digratiskan
dari segala iuran, sedangkan siswa mampu masih dipungut biaya namun
lebih kecil dibandingkan sebelum mendapat BOS; dana BOS meringankan
beban iuran seluruh siswa, jika di sekolah tersebut tidak ada siswa
miskin.
5. Perlu
memonitoring proses penyaluran BOS. Sebab, selama ini, dana-dana yang
dikucurkan pemerintah sering kali bocor. Jangan sampai dana yang
diambilkan dari penderitaan rakyat (sebagai ekses kenaikan BBM) tersebut
berhenti pada perut buncit pejabat korup.
6. Sekolah diwajibkan menyampaikan atau memasang pengumuman penggunaan dana bos di sekolah penerima dana bos
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas dan Depag. 2006. Buku pedoman Pelaksanaan Bantuan Orpasional Sekolah
Keppres
No. 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Pasal 12 ayat (2) menyatakan belanja atas beban anggaran
negara dilakukan berdasarkan atas hak dan bukti-bukti yang sah untuk
memperolehpembayaran.
Petunjuk
Pelaksanaan Pengelolaan Dana BOS Tahun 2006, tentang tugas dan
tanggungj awab Tim PKPS-BBM Kabupaten/Kota, menyatakan bahwa Tim PKPSBBM
berkewajiban untuk melaporkan setiap kegiatan yang dilakukan kepada Tim
PKPS-BBM Provinsi dan instansi terkait.
Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Dana BOS Tahun 2007, tentang Tim Manajemen
BOS BBM Kabupaten/Kota, menyatakan bahwa laporan monitoring rutin
dikirimkan ke Tim Manajemen BOS Provinsi paling lambat 10 hari setelah
pelaksanaan monitoring. Selain itu dalam tata tertib pengelolaan dana
oleh Tim Manajemen BOS Kabupaten/Kota menyatakan bahwa Tim Manajemen BOS
Kabupaten/Kota mengelola dana operasional kabupaten/kota secara
transparan dan bertanggungjawab.
Survey CRC Sektor Pendidikan – ICW Biaya Operasional Sekolah (BOS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar