TUGAS
SOSIOLOGI PENDIDIKAN
Tentang
MOBILITAS SOSIAL DAN DETERMINASI KEBUDAYAAN DALAM PENDIDIKAN
Oleh :
KHAZINUL ASRIATI
Dosen Pembimbing :
Dr. Zaimuddin
PRODI MANAJEMEN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (MPI)
PROGRAM PASCA
SARJANA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PENGEMBANGAN ILMU ALQUR’AN (STAI-PIQ)
SUMATRA BARAT
1434 H/2012 M
MOBILITAS SOSIAL DAN DETERMINASI KEBUDAYAAN DALAM PENDIDIKAN
A.
PENDAHULUAN
Pada
dasarnya setiap warga dalam suatu masyarakat mempunyai kesempatan untuk
menaikan kelas sosial mereka dalam struktur sosial masyarakat yang
bersangkutan. Termasuk dalam masyarakat yang menganut sistem pelapisan yang
tertutup atau kaku. Inilah yang biasa disebut dengan mobilitas sosial. Mobilitas
sosial dapat diartikan sebagai suatu gerak perpindahan dari suatu kelas sosial
ke kelas sosial yang lainnya.
Masyarakat
dengan sistem stratifikasi terbuka memilki tingkat mobilitas yang tinggi
dibanding masyarakat dengan sistem stratifikasi sosial yang tertutup. Dalam
dunia modern seperti sekarang ini, banyak negara mengupayakan peningkatan
mobilitas sosial dalam masyarakatnya, karena mereka yakin bahwa hal tersebut
akan membuat orang melakukan jenis pekerjaan yang paling cocok bagi diri
mereka. Apabila tingkat mobilitas tinggi, meskipun latar belakang sosial
individu berbeda, maka mereka tetap dapat merasa mempunyai hak yang sama dalam
mencapai kedudukan sosial yang lebih tinggi. Apabila tingkat mobilitas sosial
rendah, maka tentu saja kebanyakan orang akan terkungkung dalam status para
nenek moyang mereka.
Pendidikan
merupakan anak tangga mobilitas yang penting. Bahkan jenis pekerjaan kasar yang
berpenghasilan baik pun sukar diperoleh, kecuali jika seseorang mampu membaca
petunjuk dan mengerjakan soal hitungan yang sederhana. Pada banyak dunia usaha
dan perusahaan industri, bukan hanya terdapat satu, melainkan dua tangga
mobilitas. Yang pertama berakhir pada jabatan mandor, yang lainnya bermula dari
kedudukan “program pengembangan eksekutif,” dan berakhir pada kedudukan
pimpinan. Menaiki tangga mobilitas yang kedua tanpa ijasah pendidikan tinggi
adalah sesuatu hal yang jarang terjadi.
B. PEMBAHASAN
1.
Mobilitas Sosial dalam Pendidikan
a)
Pengertian
Mobilitas sosial adalah suatu gerak dalam struktur sosial. Yaitu
pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial. Struktur
sosial mencakup sifat-sifat hubungan antara individu dalam kelompok dan
hubungan antara individu dengan kelompoknya. Proses ini tidak terjadi pada
individu saja, tetapi mungkin juga pada kelompok-kelompok orang.[1]
Mobilitas sosial adalah sebuah gerakan masyarakat dalam kegiatan menuju
perubahan yang lebih baik,[2]
Beberapa para pakar berpendapat tentang mobilitas sosial yaitu :
1)
Henry
Clay Smith, berpendapat mobilitas sosial adalah gerak dalam suatu struktur
sosial (hubungan antara individu dengan kelompoknya)
2)
Haditono,
berpendapat Mobilitas sosial adalah perpindahan seseorang atau sekelompok orang
dari kedudukannya ke kedudukan lain. Kedudukan bisa berarti situasi tempat,
dapat pula berarti status.[3]
3)
S.
Nasution, berpendapat ada dua pengertian mobilitas sosial, yaitu :
·
Bahwa
suatu sektor dalam masyarakat secara keseluruhan berubah kedudukannya terhadap
sektor yang lain. contohnya, kedudukan seorang guru yang begitu terhormat pada
zaman dahulu sudah tidak lagi berada pada posisi yang setinggi itu sekarang
·
Kemungkinan
bagi individu untuk pindah dari lapisan sosial yang satu ke lapisan sosial yang
lain, yang dapat dilihat, dari lingkungan dimana individu berada.[4]
b)
Jenis Mobilitas Sosial
P.A
Sorikin menjelaskan bahwa mobilitas sosial dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1. Mobilitas
Vertikal, meliputi :
·
Social
climbing, dari status yang rendah ke status
yang tinggi, dimana status yang tinggi telah ada sebelumnya dan membentu
kelompok atas status baru, karena status yang lebih atau belum ada, (promosi),
misalnya : kelompok konglomerat, eksekutif, supereksekutif, dan sebagainya.
Lembaga pendidikan seperti sekolah, pada umumnya merupakan saluran
mobilitas sosial vertikal. Bahkan sekolah-sekolah dapat dianggap sebagai social
elevator yang bergerak dari kedudukan-kedudukan yang paling rendah kepada
kedudukan yang paling tinggi.
Kadang-kadang dijumpai keadaan dimana sekolah-sekolah tertentu
hanya dapat dimasuki oleh golongan-golongan masyarakat yang tertentu, misalnya
dari lapisan atas, atau dari suatu ras tertentu. Sekolah-sekolah yang demikian
apabila dimasuki oleh lapisan rendah aka menjadi saluran mobilitas sosial
vertikal. Di Indonesia secara relatif dapat ditelaah kedudukan apa yang yang
ditempati oleh mereka yang hanya tamat sekolah dasar, sekolah menegah pertama,
sekolah lanjutan tingkat atas, perguruan tinggi dan seterusnya, walaupun
kenyataan belum menunjukan adanya kedudukan yang sesuai bagi mereka dalam
hal-hal tertentu.[5]
·
Social
sinking, dari kelompok yang tinggi turun
kepada yang rendah, dan derajat kelompoknya turun.
2.
Mobilitas
horizontal, yakni apabila perubahan terjadi secara linear, contohnya seorang
petani berubah pekerjaannya menjadi seorang buruh pabrik.[6]
Gerak sosial vertikal yang naik mempunyai dua bentuk utama, yaitu :
·
Masuknya
individu yang mempunyai kedudukn rendah kedalam kedudukan yang lebih tinggi,
dimana kedudukan tersebut telah ada sebelumnya. Misalnya, seorang berkerja di
kantor A dan diangkat menjadi pejabat dikantor B.
·
Pembentukan
seorang kelompok baru, yang kemudian ditempatkan pada derajat yang lebih tinggi
dari kedudukan individu-individu pembentuk kelompok tersebut. Misalnya : dengan
dibentuknya sebuah organisasi, memberi kesempatan kepada seseorang untuk
menjadi ketua umum, bertanda yang bersangkutan naik status.
Sementara itu gerak vertikal menurun mempunyai dua bentuk utama,
yaitu :
·
Turunya
kedudukan individu yang lebih rendah derajatnya, misalnya seorang pejabat
dipecat karena korupsi
·
Turunya
derajat sekelompok individu yang dapat berupa disintegrasi kelompok sebagai
satu kesatuan.[7]
Kenaikan
status sosial dianggap baik karena membuktikan keberhasilan usaha seseorang.
Kenaikan status dianggap negatif jika dapat membuat seseorang menjadi tegang,
angkuh, pamer kekayaan, kegoncangan kehidupan keluarga dengan bertambahnya
angka perceraian keluarga. Seharusnya naik status tetap membuat seorang stabil
mentalnya dan tetap membuat stabil pribadinya.
Dalam
dunia moderen, banyak orang yang berupaya melakukan mobilitas. Mereka yakin
bahwa melakukan jenis pekerjaan yang paling cocok bagi diri mereka. Bila
tingkat mobilitas sosial tinggi, meskipun latar belakang sosial berbeda, mereka
tetap merasa mempunyai hak yang sama
dalam mencapai kedudukan sosial yang lebih tinggi. Bila tingkat mobilitas
mereka rendah, tentu saja kebnyakan orang akan terkungkung dalam status nenek
moyang mereka, dan mereka akan hidup dalam kelas sosial tertutup. Mobilitas
lebih mudah terjadi pada masyarakat terbuka karena lebih memungkinkan untuk
berpindah strata. Sebaliknya, pada masyarakat tertutup kemungkinan untuk pindah
strata tertutup.[8]
Dalam masyarakat manapun
bisa kita temui
berbagai golongan masyarakat yang
pada praktiknya terdapat
perbedaan tingkat antara golongan satu dengan golongan yang lain. Adanya
golongan yang
berlapis-lapis ini mengakibatkan
terjadinya stratifikasi sosial baik
itu secara ketat ataupun
lebih bersifat terbuka.
Masyarakat yang menganut pelapisan sosial secara ketat tidak
memungkinkan adanya kenaikan
tingkat bagi para warganya secara
mudah. Sebaliknya, dalam
masyarakat yang menganut pelapisan
sosial yang bersifat terbuka warga
yang bersangkutan bisa
dengan leluasa naik atau
bahkan turun dari tingkat satu ke tingkat lainnya atas
dasar faktor-faktor tertentu.
Nasution
menyebutkan ada tiga metode yang
bisa digunakan untuk menentukan stratifikasi sosial dalam masyarakat
yakni metode objektif, metode subjektif dan metode reputasi.
1.
Metode
Objektif
Berdasarkan metode ini stratifikasi sosial ditentukan dengan menggunakan penilaian objektif
antara lain terhadap
jumlah pendapatan, lama atau tinggi pendidikan dan jenis pekerjaan.
Pada dasarnya kelas
sosial merupakan “suatu
cara hidup”. Diperlukan
banyak sekali uang untuk dapat hidup
menurut cara hidup orang berkelas atas. Meskipun demikian jumlah
uang sebanyak apapun tidak
menjamin segera mendapatkan status
kelas sosial atas.
Jadi bisa saja
oarang-orang “kaya baru”
walau mereka bisa membeli mobil mewah
dan bisa membangun rumah besar
tidak serta merta
dianggap sebagai orang
lapisan atas jika tidak mampu
menyesuaikan diri secara mendalam terhadap gaya hidup orang “kaya lama”.
Pendapatan yang diperoleh dari
investasi lebih memiliki pretise daripada
pendapatan yang diperoleh
dari tunjangan pengangguran. Pendapatan yang
diperoleh dari pekerjaan profesional lebih
berfungsi dalam sistem
sosial daripada yang berwujud
upah pekerjaan kasar.
Uang yang didapat dari spekulasi penjualan barang-barang yang
disimpan lebih baik daripada uang dari hasil perjudian balapan kuda.
Sumber dan jenis penghasilan atau pendapatan
seseorang memberi gambaran tentang
latar belakang keluarga dan kemungkinan cara hidupnya. Jenis dan
tinggi rendahnya pendidikan mempengaruhi jenjang kelas
sosial. Pendidikan bukan
hanya sekadar memberi keterampilan kerja, tetapi juga
melahirkan perubahan mental, selera, minat, tujuan dan
lain-lain.
Pekerjaan merupakan aspek kelas sosial yang penting karena
begitu banyak segi kehidupan lainnya
yang berkaitan dengan pekerjaan. Apabila
kita mengetahui jenis pekerjaan
seseorang, maka kita bisa
menduga tinggi rendahnya
pendidikan, standar hidup, teman-teman,
jam kerja dan
kebiasaan-kebiasaan sehari- hari
keluarga orang itu. Kita bahkan bisa membaca selera bacaan, selera rekreasi,
standar moral, dan
orientasi keagamaannya.
Dengan kata lain jenis
pekerjaan merupakan bagian dari cara hidup yang sangat berbeda dengan
jenis pekerjaan lainnya.
2.
Metode
Subjektif
Dalam metode ini golongan sosial dirumuskan menurut pandangan anggota masyarakat menilai dirinya dalam hierarki kedudukan
dalam masyarakat itu. Kebanyakan ahli sosiologi berpandangan bahwa kelas sosial
adalah suatu kenyataan, meski- pun orang tidak
sepenuhnya menyadari hal itu.
Jika demikian, apakah keanggotaan kelas
sosial seseorang ditentukan
oleh perasaannya sendiri
bahwa ia termasuk
dalam kelas sosial tertentu. Ataukah ditentukan oleh pendapatan,
pendidikan dan pekerjaan yang sebagian besar menentukannya, karena ketiga
faktor itulah yang menentukan sebagian
besar cara hidup seseorang.
Walaupun demikian, perasaan
identifikasi kelas sosial cukup
penting, sebab orang
cenderung meniru norma-norma perilaku kelas
sosial yang ia anggap sebagai
kelas sosialnya.
Beberapa kenyataan membuktikan bahwa orang yang menempat kan diri mereka pada kelas sosial politik yang sama dengan sikap
politik kelas sosial itu, bukannya sama dengan sikap politik kelas sosial
mereka yang sebenarnya. Identifikasi
diri atas kelas
sosial memberikan beberapa
pengaruh terhadap perilaku seseorang,
terlepas apakah ia benar- benar merupakan anggota kelas itu atau bukan.
3.
Metode
Reputasi
Dalam metode ini
golongan sosial dirumuskan
menurut bagaimana anggota masyarakat menempatkan masing-masing dalam stratifikasi
masyarakat itu. Orang diberi kesempatan untuk memilih golongan-golongan
masyarakat yang telah teridentifikasi dalam suatu masyarakat.
c)
Saluran dalam Mobilitas Sosial
Ada
beberapa macam saluran dalam mobilitas sosial, yaitu :[9]
1.
Angkatan
bersenjata
Angkatan
bersenjata merupakan organisasi yang dapat digunakan untuk saluran mobilitas
vertikal ke atas melalui tahapan yang disebut kenaikan pangkat.
2.
Lembaga Keagamaan
Lembaga
keagamaan dapat meningkatkan status sosial seseorang, status sosial para penyebar
agama akan meningkatkan status sosialnya di masyarakat terutama bagi komunitas
pengikut agama tertentu
3.
Lembaga
Pendidikan
Lembaga
pendidikan umunya merupakan saluran kongkrit dari mobilitas vertikal keatas,
bahkan dianggap sebagai social evaluator (perangkat) yang bergerak dari
kedudukan yang rendah ke kedudukan yang lebih tinggi. Pendidikan memberikan
kesempatan pada setiap orang untuk mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi.
Seorang anak dari keluarga miskin mengenyam sekolah sampai ke jenjang yang
lebih tinggi. Setelah lulus ia lulus dan menggunakan pengetahuannya untuk
berusaha, sehingga ia berhasil menjadi orang yang sukses dan meningkatkan
status sosialnya.
4.
Organisasi
Politik
Organisasi politik memungkinkan anggotanya yang loyal dan
berdedikasi tinggi untuk menempati jabatan jabatan yang lebih tinggi, sehingga
status sosialnya meningkat.
5.
Ekonomi
Organisasi ekonomi, dapat meningkatkan pendapatan seorang. Semakin
besar prestasinya, semakin besar jabatannya. Jika jabatannya tinggi maka
pendapatan bertambah, karena pendapatan bertambah maka kekayaannya bertambah.
Juga karena kekayaan bertambah akibatnya status sosial di masyarakat
meningkat.
6.
Keahlian
Orang yang rajin menulis, menyubangkan ilmu pengetahuan dan yang
mempunyai keahliannya kepada kelompok pasti statusnya akan dianggap lebih
tinggi dari pengguna biasa. Sejumlah pemikiran atau ide-ide penting akan
bermanfaat bagi para pembaca dan mungkin akan berguna menambah ilmu pengetahuan
terkait, atau bahkan ide tersebut dapat menjadi bahan dan inspirasi solusi
terhadap suatu permasalahan kehidupan yang sedang dihadapinya.
7.
Perkawinan
Melalui
perkawinan seseorang bisa berubah kedudukan atau status sosialnya. Misalnya
seorang miskin yang menikah dengan seorang janda kaya dengan sendirinya status
pria itu berubah menjadi orang kaya yang dikarenakan istrinya kaya.
d)
Mobilitas Sosial dalam Pendidikan
Seperti
yang telah dipaparkan bahwa pendidikan merupakan saluran bagi seorang individu
atau kelompok untuk melakukan mobilitas sosial. Pendidikan telah membuka
kemungkinan adanya mobilitas sosial. Dengan pendidikan seseorang dapat
meningkatkan status sosialnya. Pendidikan secara merata memberikan kesamaan
dasar pendidikan dan mengurangi perbedaan antara golongan tinggi dan rendah.
Melalui pendidikan, seorang yang tidak bisa membaca jadi bisa membaca surat
kabar dan majalah yang sama, bisa memikirkan masalah sosial budaya, politik,
agama dan ekonomi yang sama.
Pendidikan
dapat dilihat antara lain, sebagi suatu persiapan bagi struktur perkerjaan dan
pendidikan juga bisa memberi peluang-peluang bagi individu untuk meningkatkan
status pekerjaannya dibandingkan. Misalnya, dengan status pekerjaan ayahnya.
Dalam membandingkan status pekerjaan ayah dan anak ini membuktikan bahwa telah
terjadi mobilitas antar generasi.[10]
Terdapat
dugaan sebelumnya bahwa bertambah tingginya taraf pendidikan makin besar
kemungkinan mobilitas bagi anak-anak golongan rendah dan menengah. Hal ini
tidak terlalu benar jika pendidikan itu hanya terbatas pada pendidikan tingkat
menengah. Jadi walaupun kewajiban belajar ditingkatkan hingga SMA, belumlah
jaminan akan terjadi mobilitas akan meningkat. Pendidikan tinggi/universitas
masih dapat memberikan peluang bagi mobilitas sosila, walaupun bagi lulusannya
yang berijazah belum ada jaminan akan meingkatkan status sosialnya. Pendidikan
tinggi/universitas masih selektif dan tidak semua orang tua yang mampu
membiayai studi anak kuliyah di perguruan tinggi.
Sistem
seleksi sering kali menggunakan komputerisasi menentukan lulus tidaknya anak
didik masuk perguruan tinggi tertama perguruan tinggi negeri, sehingga
objektivitasnya terjaga. Lebih dari itu sistem komputerisasi tidak dipengaruhi
oleh latar belakang orang tua dengan beragam lapisannya. Hal ini memberi
peluang lebih luas bagi anak didik golongan rendah dan menengah untuk memasuki
perguruan tinggi/universitas. Mobilitas sosial melalui saluran pendidikan pun
tampak terbuka bagi semua lapisan masyarakat.[11]
e)
Faktor yang Mempengaruhi dan Menghambat Terjadinya Mobilitas Sosial
dalam Pendidikan
Faktor
yang mempengaruhi terjadinya mobilitas sosial dalam pendidikan sama dengan
faktor yang mempengaruhi terjadinya mobilitas sosial pada umumnya, antara lain:[12]
1.
Perubahan
kondisi sosial
Dimana kemajuan teknologi, misalnya memberi peluang kemungkinan
timbulnya mobilitas sosial. Penggunaan internet disekolah bukanlah suatu hal
yang luar biasa. Di institusi pendidikan, para pendidik dan fasilitas penunjang
pembelajaran sudah mulai banyak yang memiliki internet. Perbedaan anak didik
dari kalangan berbedn mulai direduksi dan dapat menggunakan internet
bersama-sama. Pengetahuan mereka bertambah dan memugkinan mereka untuk
berprestasi dan akhirnya status sosial meningkat pula, katakanlah sebagai anak
didik cerdas yang berasal dari kalangan keluarga kurang mampu.[13]
2.
Ekspansi
teritorial dan gerak populasi
Ekspansi tetiorial dan perpindahan penduduk yang membuktikan ciri
fleksibelitas struktur stratifikasi dan mobilitas sosial. Misalnya,
perkembangan kota, tramigrasi, bertambah dan berkurangnya penduduk
3.
Komunikasi
yang bebas
Situasi-situasi yang membatasi komunikasi antarstrata yang beragam
akan memperkokoh garis pembatas di antara strata yang ada dalam pertukaran
pengetahuan dan pengalaman diantara mereka dan akan menghadapi mobilitas
sosial. Sebaliknya, pendidikan dan komunikasi yang bebas secara efektif akan
memudarkan semua batas garis dari strata sosial dan merangsang mobilitas
sekaligus menerobos rintangan yang menghadang
4.
Pembagian
kerja
Terjadinya
mobilitas juga dipengaruhi tingkat pembagian kerja yang ada. Jika tingkat
pembagian kerja tinggi dan terspesialisasi maka mobilitas sosial akan menjadi
lemah dan akan menyulitkan orang untuk bergerak dari satu strata ke strata yang
lain karena spesialisasi kerja menuntut ketermpilan khusus. Kondisi ini dapat
memacu anggota masyarakatnya untuk lebih giat berusaha agar dapat memeroleh
status sosial tersebut.
5.
Tingkat
fertilitas yang berbeda
Kelompok masyarakat yang berlatar belakang tingkat sosial ekonomi
dan pendidikan rendah cenderung memiliki tingkat fertilitas lebih tinggi. Pada
sisi lain pada masyarakat berlatar belaknag kelas sosial ekonomi lebih tinggi
cenderung membatas tingkat reproduksi dan fertilitas. Dalam, hal ini orang yang
berlatar belakang sosial ekonomi dan pendidikan lebih rendah mempunyai
kesempatan untuk banyak reproduksi dan
memperbaiki kualitas keturunan, da sekaligus menunjukan mobilitas sosial bisa
terjadi.
6.
Kemudahan
dalam akses pendidikan
Jika
kualitas pendidikan mudah didapat, mempermudah orang untuk melakukan mobilitas
dengan berbekal ilmu yang diperoleh saat menjadi anak didik. Sebaliknya
kesulitan dalam akses pendidikan bermutu, akan menjadikan orang yang tak
memperoleh pendidikan yang bagus , kesulita untuk mengubah status, akibat dari
kurangnya ilmu pengetahuan.
Suatu
hal yang menadi perhatian penting dalam mobilitas sosial adalah structural
dan non structural social mobility, merujuk kepada pergerakan-pergerakan
yang terjadi sebelumnya oleh perubahan dalam bentuk perunbahan struktur
pekerjaan dalam suatu masyarakat tertentu, kemudian terhadap
pergerakan-pergerakan tertentu yang melibatkan perbahan-perubahan.
Suatu
asumsi yang dapat dinyatakan dalalam terma ini adalah struktur pekerjaan
merupakan suatu hal fundamental dalam menentukan bentuk dan mobilitas sosial
dalam suatu masyarakat atau periode sejarah, yakni memproduksi mobilitas
struktural dari perbedaan dalam instuisi pendidikan, motivasi individu, dan
lainnya. Yakni sumber-sumber mobilitas nonstruktural. Tetapi meskipun kemudian
kapasistas mempengaruhi level mobilitas mungkin dibatasi, faktor non struktural
seperti pendidikan berbeda, mereka juga bertindak untuk adanya perubahan bagi
struktur pekerjaan.
Ketika
perubahan terjadi dalam struktur sosial dapat dilihat sebagai determinan utama
dari kelanjutan/perkembangan peluang-peluang untuk mobilitas sosial. (1) institusi-institusi
pendidikan bertindak sebagai terdepan dari mobilitas sosial yang terpenting
dalam masyarakat modern, dan dapat mempengaruhi siapa yang melakukan mobilitas.
(2) institusi-institusi pendidikan (3) juga perubahan-perubahan yang tampak
pada struktur pendidikan.[14]
Faktor
yang dapat menghambat terjadinya mobilitas sosial dalam pendidikan,antar lain:
1.
Perbedaan
kelas rasial
Seperi perbedaan ras kulit putih dan kulit hitam, pada masyarakat
ras kulit hitam dilihat dari kondisi struktur sosial-ekonomi, pendidikan dan
politik, mereka ada yang belum menempati posoisi sejajar dengan orang kulit
putih.
2.
Agama
Negara yang mayoritas penduduknya menganut agama tertentu, kadang
kala mereka menganut agama tertentu mereka akan mendapat kesulitan untuk
menduduki tempat terhormat dalam realita kehidupan berbangsa, walaupun secara
resmi agama minoritas memiliki hak yang sama
3.
Diskriminasi
kelas
Dalam sistem kelas terbuka dapat menghalangi mobilitas sosial ke
atas. Hal ini terbukti dengan adanya pembatas status organisasi tertentu denga
berbagai syarat dan ketentuan, sehingga hanya sedikit orang mampu memperolehnya
4.
Kemiskinan
Kemiskinan
dapat mengahambat seseorang untuk berkembang an mencapai status sosial
tertentu.
5.
Perbedaan
jenis kelamin
Dalam
masyarakat jenis kelamin, juga berpengaruh terhadap presta si, kekuasaan, status sosial dan
kesempatan-kesempatan untuk meningkatkan status sosial. Dalam bidang
pendidikan, jika ada siswa perempuan dan laki-laki yang lebih cerdas kadang
kala perlakuan berbeda juga terjadi.
Dapat
disimpulkan, bahwa mobilitas sosial merupakan perpindahan seorang atau
sekelompok dari status sosial ke status sosial yang lain. mobilitas sosial
dalam pendidikan adalah perpindahan seorang atau kelompok sosial dari status
yang satu ke status yang lain dalam lingkup pendidikan. pendidikan merupakan
salah satu jalan untuk mencapai kedudukan dalam masyarakat. Dengan pendidikan, status
sosial akan meningkat.
2. Determinasi
Kebudayaan dalam Pendidikan
a)
Pengertian
Determinasi
dalam kamus bahasa Indonesia artinya sesuatu yang menentukan, menetapkan.[15]
Kebudayaan dilihat dari bahasa Belanda “cultuur”, dalam bahasa
Inggrisnya “culture”, yang berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan
dan mengembangkan. Dari segi arti ini dapat disimpulkan bahwa kebudayaan
sebagai segala daya dan aktifitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam.[16]
Menurut Elwood menyatakan bahwa kebudayaan itu mencakup benda-benda
material dan spiritual yang pada keduanya diperoleh dalam interaksi kelompok
atau dipelajari kelompok dan juga mencakup kekuatan untuk menguasai alam dan
dirinya sendiri. Koentjaraningrat menyatakan bahwa kebudayaan seluruh sistem
gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia, baik hasil manusia
dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar.[17]
Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi merumuskan bahwa kebudayaan
sebagai hasil karya, rasa, cipta masyarakat. Karya masyarakat mengsilkan
teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah yang diperlukan
oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat
diabadikan untuk keperluan masyarakat.[18]
b)
Unsur-unsur kebudayaan
Setiap bangsa atau masyarakat terdiri dari unsur-unsur besar maupun
unsur-unsur kecil yang merupakan bagian dari suatu ketetapan yang bersifat
sebagai kesatuan. Menurut Melviille J. Herskovits mengajukan empat unsur
kebudayaan, yaitu :[19]
1.
Alat-alat
teknologi
2.
Sistem
ekonomi
3.
Keluarga
4.
Kekuasaan
politik
Menurut Linton
bagian-bagian kebudayaan itu adalah :
1.
Cultural
universal,seperti mata pencarian, kesenian,
agama, ilmu pengetahuan, kekerabatan dan sebagainya
2.
Cultural
activities, seumpama
kegiatan-kegiatan budaya dari mata pencarian tadi terdapat pertanian,
perindustrian, perternakana dan sebagainya
3.
Troits
complexes, yaitu
bagian-bagian dari cultural aktivicies tadi, dimana dari pertanian
terdapat irigasi, pengolahan sawah, serta masa panen
4.
Traits,
yaitu bagian-bagian dari Troits complexes tadi, misalnya
dari sistem pengolahan cangkul terdapat bajak, guru cangkul, dan lain-lain
5.
Items,
yaitu bagian-bagian didalam traits kebudayaan, misalnya dari
bajak tadi terdapat bagian-bagianya seperti mata bajak, tangkai bajak, dan
sebagainya.[20]
c)
Jenis-jenis kebudayaan
1.
Kebudayaan
material (kebendaan)
Adalah
wujud kebudayaan yang berupa benda-benda konkret sebagai hasil karya manusia,
seperti : rumah, mobil, candi, benda-benda hasil teknologi dan sebagainya.
2.
Kebudayaan
nonmaterial (rohaniah)
Adalah wujud kebudayaan yang tidak berupa benda-benda konkret, yang
merupakan hasil cipta dan rasa manusia, seperti :[21]
a.
Hasil
cipta manusia, seperti filsafat serta ilmu penngetahuan, baik yang berwujud
teori murni maupun yang telah disusun untuk diamalkan dalam kehidupan
masyarakat
b.
Hasil
rasa manusia, berwujud nilai-nilai da macam-macam norma kemasyarakatan yag
perlu diciptakan untuk mengatur masalh-masalah sosial dalam arti luas, mencakup
agama (religi, bukan wahyu), ideologi, kebatinan, kesenian, dan semua unsur
yang merupakan hasil ekpresi jiwa manusia yang hidup sebagai anggota
masyarakat.
d)
Determinasi Kebudayaan dalam Pendidikan
Pendidikan mempunyai banyak defenisi sepanjang waktu dan sepanjag
banyak orang. Setiap definisi menunjukkan pandangan individu dalam lapangan
pengetahuan masing-masing.
·
Bagi
ahli biologi : pendidikan adalah adaptasi
·
Bagi
ahli psikologi : pendidikan sinonim dengan belajar
·
Bagi
ahli filsafat pendidikan lebih mencerminkan aliran-aliran yang dimilikinya dan
sebagainya
Defenisi-defenisi
tersebut berselang seling, ada yang bersifat ekstrem dan ada pula yang bersifat
konservatif. Yang bersivat konsertif adalah memandang pendidikan sebagai suatu
proses yang bersifat melindungi diri untuk menjaga status quo seseorang.
Sedangkan yang bersifat progressif/ekstrim adalah untuk membantu individu dalam
mengerjakan sesuatu hal yang lebih baik, dimana dia akan mengerjakan sesuatu
cara.
Menurut
Brown : pendidikan adalah proses pengendalian secara sadar dimana
perubahan-perubahan didalam kelompok. Dari pandangan ini pendidikan adalah
suatu proses yang dimulai dari lahir dan berlangsung sepanjang hidup.
Pengertian pengendalian secara sadar ini berarti adnya tingkat-tingkat
kesadaran dari tujuan yang hendak didapat.
Secara
historis dan religios dikatakan bahwa pendidikan terjadi lebih dahulu dari
kebudayaan. Hal ini dapat dijelaskan, tatkala nabi Adam A.S diturunkan ke bumi,
telah di pesan oleh Allah SWT agar tidak makan buah khuldi demi.....dan
seterusnya. Dari peristiwa ini tampak telah terjadi adanya pendidikan dari
Tuhan kepada nabi adam, sebelum anak cucu nabi Adam menghasilkan kebudayaan,
selanjutkan menhasilka pendidikan sebagai subkebudayaan.
Dari
sisi lain disebutkan bahwa pedidikan merupaka bagian dari kebudayaan, dan
pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan. Keduanya merupakan gejala
dan faktor pelengkap yang penting dalam kehidupan manusia. Sebab manusia selain
sebagai makhluk alam, juga berfungsi sebagai makhluk kebudayaan dan makhluk
berfikir.
Pendidikan
merupakan kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia. Bagaimana
sederhananya peradaban suatu pendidikan. pendidikan telah ada sepanjang
peradaban manusia. Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha manusia
melestarikan hidupnya. Tiada kehidupan masyarakat tanpa adanya kegiatan
pendidikan.
Meskipun
pendidikan merupakan gejala umum dalam setiap kehidupan masyarakat. Namun
terlihat adanya perbedaan praktek kegiatan pendidikan dalam masyarakat
masing-masing, yang disebabkan oleh adanya falsafah/pandangan hidupnya.
Praktek
pendidikan yang dilakukan masyarakat zaman pertengahan sangat mementingkan
norma kehidupan keagamaan sedang masyarakat zaman renaissance lebih
mementingkan nilai-nilai kehidupan duniawi.
Pendidikan
Indonesia pada zaman penjajahan kolonial Belanda juga menampakkan perbedaannya
antara praktek kolonial hindia belanda dengan praktek pendidikan indonesia.
Pendidikan kolonial hindia belanda menciptkan strata-strata masyarakat agar
dapat menjadi ajang politik, sedangkan praktek pendidikan indonesia seperti
taman siswa berdasarkan atas kebangsaan dan praktek pendidikan pondok-pondok pesantren
berdasarkan agama islam dan sebagainya.
Kini
praktek pendidikan zaman indonesia merdeka berdasarkan falsafah dan asas
pancasila, harus dilaksanakan dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat. Setiap pendidik wajib mewujudkan falsafah pancasila dalam segala
kegiatan pendidikan, menuju terwujudnya masyarakat yang sejahtera berdasarkan
pancasila dalam segala kegiatan pendidikan menuju terwujudnya pendidikan
masyarakat yang sejahtera berdasarkan pancasila.
Pengertian
pendidikan telah banyak dikemukakan para pakar pendidikan, sebagai mana sampai
pada pelaksanaan “pendidikan sepanjang hayat/hidup” (life long education). Bahkan
Ary H Gunawan, berpendapat bahwa pendidikan berlangsung sejak pranatal sampai
sesudah mati. Pendidikan seumur hidup dilaksanakan didalam lingkunga rumah
tangga, sekolah, dan masyarakat, karena itu pendidikan adalah tanggung jawab
antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
Dalam
GBHN 1993 dinyatakan bahwa :”pengembangan kebudayaan nasional diarahkan untuk
memberikan wawasan budaya dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap
dimensi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta ditujukan untuk
meningkatkan harkat dan martabat manusia Indonesia serta memperkuat jati diri
dan kepribadian bangsa. Kebudayaan nasional yang mencerminkan nilai luhur
bangsa terus dipelihara, dibina, dan dikembangka dengan memperkuat jati diri
dan kepribadian bangsa, mempertebal rasa harga diri dan kebanggaan nasional,
memperkukuh jiwa persatuan bangsa serta mampu menjadi penggerak bagi perwujudan
cita-cita bangsa.
Dalam
menembangkan kebudayaan bangsa perlu ditumbuhkan kemampuan masyarakat untuk
memahami dan mengamalkan nilai budaya yag luhur dan beradab serta menyerap
nilai budaya asing yang positif untuk memperkaya budaya bangsa. Perubahan
pembaharuan struktur dan nilai budaya masyarakat yang sesuai dengan jati diri
bangsa dan kebutuhan pembangunan terus digerakkan untuk mematapkan landasan
spiritual, moral, dan etik pembangunan yang berdasarkan pancasila.
Pembaharuan
merupakan bagian proses pembudayaan bangsa yang harus dipicu ke arah yang
positif dan harus dijiwai sikap mawas diri, tahu diri, tenggang rasa,
solidaritas sosial ekonomi, serta tanggung jawab yang tinggi terhadap
kebersamaan dan kesetiakawanan dalam upaya memajukan dan menyejahterakan
kehidupan masyarakat, bangsa, negara dan negara indonesia. Penyelenggaraan
harus mencegah dan menghilangkan melebarnya kesenjangan sosial ekonomi dan
sikap eksklusif serta harus memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa bangsa
dalam rangka memantapkan perwujudan wawasan nusantara dan ketahanan nasional.
Dengan
munculnya berbagai kondisi masyarakat diberbagai dunia, beberapa kebudayaan
telah berubah, walaupun tujuan umum pendidikan tida berubah, tetapi cara untuk
mencapainya perlu disesuaikan dengan kebudayaan yang berubah juga memperhatikan
kebutuhan yang sesuai dengan masyarakat.
C. PENUTUP
1.
Kesimpulan
Dapat disimpulkan, bahwa mobilitas sosial merupakan perpindahan
seorang atau sekelompok dari status sosial ke status sosial yang lain.
mobilitas sosial dalam pendidikan adalah perpindahan seorang atau kelompok
sosial dari status yang satu ke status yang lain dalam lingkup pendidikan.
pendidikan merupakan salah satu jalan untuk mencapai kedudukan dalam
masyarakat. Dengan pendidikan, status sosial akan meningkat.
2. Saran
Dalam pembuatan
makalah ini kami merasa masih ada terdapat kesalahan baik dalam penyusunan
maupun dalam pemakaian bahasa kami mohon sarannya agar dapat dijadikan
pelajaran untuk masa- masa yang akan datang.
D. DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta : Rajawali
Pers, 2011)
Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta,
2004)
Ary. H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2000)
David Jarry dan Julia Jary, Dictionary of Sociology, (The
Harper Collins Publisher)
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Surabaya : Lima Bintang, Tth)
Koentjaningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia dalam
pembangunan, (Jakarta:Djambatan, 1971)
Koentjaningrat, Pengantar Antropologi I, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1996)
S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, ( Jakarta : Bumi Aksara,
1995)
Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiolog,
(Jakarta : Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1964)
Soerjono Soekanto, Sosiologi Sebagai Pengantar, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2009)
Philip Robinson, Beberapa Perspektif Sosiologi Pendidikan,
(Jakarta : Rajawali, 1986)
Zainimal Said, Sosiologi Pendidikan (Padang, IAIN IB Press,
2007)
[1]
Soerjono
Soekanto, Sosiologi Sebagai Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2009) h. 219
[2] Abdullah Idi, Sosiologi
Pendidikan, (Jakarta : Rajawali Pers, 2011) h. 195
[3] Ary. H.
Gunawan, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000) h. 43
[4] S. Nasution, Sosiologi
Pendidikan, ( Jakarta : Bumi Aksara, 1995), h. 38
[5]Soerjono
Soekanto, Op Cit, h. 223
[6] Ibid ,
h. 44
[7]Soerjono
Soekanto, Op Cit, h. 276-277
[9] Ary. H.
Gunawan, Op Cit h. 44
[10] Philip
Robinson, Beberapa Perspektif Sosiologi Pendidikan, (Jakarta : Rajawali,
1986) h. 286
[11] Abdullah Idi, Op
Cit, h. 201
[13] Abdullah Idi, Op
Cit, h. 201
[14] David Jarry
dan Julia Jary, Dictionary of Sociology, (The Harper Collins Publisher),
1991, h. 454-455
[15] Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Surabaya : Lima Bintang, Tth) h.1001
[16] Abu Ahmadi, Sosiologi
Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h.58
[17]
Koentjaningrat, Pengantar Antropologi I, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996),
h. 72
[18] Selo
Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiolog, (Jakarta :
Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1964) h. 113
[19]
Koentjaningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia dalam pembangunan,
(Jakarta:Djambatan, 1971) h. 78
[20] Zainimal Said,
Sosiologi Pendidikan (Padang, IAIN IB Press, 2007) h. 39
[21] Ary. H.
Gunawan, Op Cit h. 18
Tidak ada komentar:
Posting Komentar